Mengenal dan Memahami Konsili Vatikan II
(Tulisan Bagian
Pertama)
Diramu dan diringkas
oleh Seksi Komsos PSJ
Konsili Ekumenis Vatikan Kedua atau Vatikan II (1962-1965), adalah
sebuah Konsili Ekumenis ke-21 dari Gereja
Katolik Roma yang dibuka oleh Paus Yohanes
XXIII pada 11 Oktober 1962 dan ditutup
oleh Paus Paulus VI pada 8 Desember 1965. Pembukaan Konsili
ini dihadiri oleh hingga 2540 orang uskup Gereja Katolik Roma sedunia (atau juga disebut para Bapa Konsili), 29
pengamat dari 17 Gereja lain, dan para undangan yang bukan Katolik.
Selama masa Konsili ini, diadakan empat periode sidang di mana jumlah Uskup
yang hadir lebih banyak dan berasal dari lebih banyak negara daripada
konsili-konsili sebelumnya. Jumlah dokumen yang dihasilkannya pun lebih banyak
dan dampak pengaruhnya atas kehidupan Gereja Katolik lebih besar dari peristiwa
manapun sesudah zaman reformasi pada abad XVI.
Latar Belakang
Selama tahun 1950an, studi teologi dan
biblikal Roma Katolik mulai memasuki pembaharuan sejak setelah Konsili
Vatikan Pertama hingga memasuki abad kedua puluh. Liberalisme ini muncul dari para
teolog seperti Yves Congar, Karl Rahner, dan John Courtney Murray yang mencari cara untuk mengintegrasikan
pengalaman manusia modern dengan dogma Kristiani, tokoh lainnya adalah Joseph
Ratzinger (sekarang Paus
Benediktus XVI) dan Henri de Lubac yang juga menginginkan pengertian yang lebih
akurat akan Injil dan menganggap
para Bapa Gereja mula-mula sebagai sumber pembaharuan.
Pada waktu yang sama, para uskup sedunia menghadapi tantangan yang sangat besar dari perubahan
politik, sosial, ekonomi, dan teknik. Beberapa uskup mengusulkan perubahan
dalam struktur dan praktik gerejawi untuk menghadapi tantangan-tantangan
tersebut. Di antara pengusul ini yang paling terorganisasi adalah kelompok
uskup Belanda dan Jerman yang dikenal sebagai para Uskup Rhine.
Konsili
Vatikan Pertama telah berakhir hampir satu abad sebelumnya secara prematur akibat
pecahnya perang Perancis-Prussia. Dalam konsili ini, isu-isu mengenai pastoral
dan dogma tidak dapat dibahas akibat perang tersebut, dan hanya sempat
menghasilkan suatu dogma mengenai Infabilitas Paus.
Paus Yohanes
XXIII kemudian secara
tidak terduga memutuskan untuk menghimpunkan Konsili hanya dalam waktu kurang
dari tiga bulan setelah pengangkatannya pada 1959. Dalam sebuah dialog mengenai konsili, ia diwawancarai mengapa konsili ini
perlu dilakukan. Paus dilaporkan membuka sebuah jendela dan berkata, "Saya
ingin membuka jendela dari Gereja sehingga kita bisa melihat keluar dan mereka
yang ada di luar bisa melihat ke dalam." Ia mengundang pula gereja-gereja
Kristen lainnya untuk mengirimkan pengamat ke Konsili tersebut. Undangan ini
disambut baik oleh kedua gereja Protestan danOrtodoks. Gereja
Ortodoks Rusia di bawah kekhawatiran akan Pemerintahan Komunis Soviet, menyambut undangan tersebut hanya ketika telah diyakinkan
bahwa Konsili ini akan bersifat apolitik.
Sidang-Sidang
Persiapan Konsili, yang memakan waktu lebih dari dua tahun, dilaksanakan
oleh 10 Komisi Khusus, dibantu oleh orang-orang dari media massa dan Christian
Unity, serta sebuah Komisi Sentral sebagai koordinator keseluruhan.
Kelompok ini kebanyakan terdiri dari anggota Kuria Romawi. Komisi menghasilkan 987 proposal konstitusi dan
dekrit (dikenal sebagai schemata atau Skema) yang
ditujukan untuk dimintakan persetujuan Konsili. Pada awalnya diharapkan bahwa
kelak pada saat Konsili terlaksana, akan dibentuk suatu Komisi baru yang akan
melanjutkan pekerjaan Komisi Persiapan ini. Namun, keseluruhan Skema yang telah
dipersiapkan itu tidak disetujui sama sekali oleh anggota Konsili dan membuat
sama sekali Skema yang baru.
Sidang-Sidang Umum Konsili dilaksanakan pada musim gugur selama empat tahun
kemudian (dalam 4 sidang) pada 1962 hingga 1965. Di luar masa
sidang, Komisi-Komisi Khusus Konsili dibentuk untuk membicarakan dan memeriksa
hasil-hasil kerja para uskup dan mempersiapkan sidang berikutnya. Sidang
dilaksanakan dalam Bahasa Latin di Basilika
Santo Petrus, di mana diskusi dan pendapat dinyatakan sebagai "rahasia".
Hasil Konsili sesungguhnya dikerjakan dalam pertemuan-pertemuan komisi lainnya
(mungkin dilaksanakan dalam bahasa lain), serta dalam pertemuan informal dan
pertemuan sosial lainnya di luar konsili yang sesungguhnya.
Sebanyak 2.908 pria (dianggap sebagai para Bapa Konsili) tercatat memiliki
hak suara dalam Konsili tersebut. Mereka ini termasuk seluruh Uskup dan para
Superior dari Ordo-Ordo Religius pria. Sebanyak 2.540 orang mengambil bagian
dalam Sidang Pembukaan, sehingga menjadikannya sebagai pertemuan terbesar
Konsili di sepanjang sejarah gereja. Jumlah yang hadir adalah bervariasi di
setiap Sidangnya antara 2.100 hingga lebih dari 2.300 roang. Sebagai tambahan,
sejumlah periti (Latin untuk para "ahli") juga hadir sebagai
konsultan teologi. Kelompok periti ini kemudian memiliki
pengaruh yang sangat besar seiring dengan perjalanan Konsili. Sebanyak 17
gereja-gereja Ortodoksdan denominasi Protestan juga mengirimkan pengamat-pengamat mereka.
Sidang Pertama (Musim
Gugur 1962)
Paus Yohanes membuka Konsili pada 11 Oktober 1962 dalam sebuah
Sidang Umum yang dihadiri oleh para Bapa Konsili dan wakil-wakil dari 86 negara
dan badan-badan internasional. Setelah Misa, Paus memberikan amanatnya kepada
para Uskup yang berkumpul dengan judul Gaudet Mater Ecclesia (Latin
untuk "Bunda Gereja Bersuka cita"). Dalam pidatonya, ia menolak
pemikiran mengenai para "nabi-nabi akhir zaman yang selalu meramalkan akan
bencana" di dunia dan pada masa depan Gereja tersebut. Paus juga
menekankan bahwa sifat Konsili adalah Pastoral ("Penggembalaan"),
bukan Doktrinal. Ia juga memperingatkan bahwa Gereja tidak perlu mengulang
maupun merumuskan kembali doktrin-doktrin dan dogmata yang telah ada, tetapi
Gereja harus mengajarkan pesan-pesan Kristus dalam tren dunia modern yang cepat
berubah. Ia mendesak para Bapa Gereja untuk "menunjukan belas kasih, bukan
kecaman" dalam dokumen-dokumen yang akan mereka buat.
Dalam lokakarya pertama mereka, dalam waktu kurang dari 15 menit, para
uskup telah mengadakan pemungutan suara atas permintaan Para Uskup Rhine mengenai agenda
Sidang, apakah akan mengikuti agenda yang telah dipersiapkan oleh Komisi
Persiapan ataukah akan membuat sebuah agenda yang baru yang akan dibicarakan di
antara para anggota Sidang terlebih dahulu, baik dalam kelompok-kelompok
nasional dan regional, maupun dalam pertemuan informal. Usulan ini tampaknya
cukup wajar, namun mayoritas delegasi tidak menyadari bahwa para uskup Rhine
telah mempersiapkan suatu rencana mengenai bagaimana mereka menginginkan
jalannya Konsiil. Dalam struktur Komisi Konsili yang baru kemudian atas usulan
para Uskup Rhine, prioritas dari isu-isu yang akan dibicarakan menjadi berubah.
Isu-isu yang dibicarakan selama sesi-sesi Sidang adalah termasuk mengenai
liturgi, komunikasi misa, gereja-gereja Ritus Timur, serta sumber-sumber Wahyu Ilahi. Skema mengenai
Wahyu Ilahi kemudian ditolak oleh sebagian besar uskup, dan Paus Yohanes terpaksa harus campur tangan untuk memerintahkan
penulisan kembali mengenai skema ini.
Setelah penundaan sidang pada 8 Desember 1962, sidang berikutnya
tahun 1963 mulai
dipersiapkan. Namun, persiapan-persiapan ini diwarnai dengan wafatnya Paus Yohanes
XXIII pada 3 Juni 1963. Paus Paulus
VI yang terpilih
pada 21 Juni1963 segera mengumumkan bahwa Konsili harus berlanjut, dan dalam haluan
yang telah ditetapkan pada Sidang sebelumnya oleh Paus Yohanes.
Sidang Kedua (Musim
Gugur 1963)
Dalam bulan-bulan sebelum Sidang Umum Kedua, Paus Paulus melakukan sejumlah
perbaikan untuk memecahkan masalah organisasi dan prosedur yang telah ditemukan
selama periode pertama. Hal ini termasuk mengundang pengamat tambahan dari kaum
awam Katolik dan Non-Katolik, serta mengurangi jumlah skema yang diusulkan
menjadi 17 saja; dengan demikian keseluruhan Skema menjadi lebih umum, sehingga
dapat mempertahankan sifat Pastoral Konsili. Akhirnya, Paus juga menghapuskan
ketentuan kerahasiaan Sidang Umum.
Amanat pembukaan Paus Paulus pada 29 September 1963 menekankan
kembali sifat Pastoral Konsili, dan menetapkan empat tujuan Konsili:
·
untuk lebih mendefinisikan sifat dasar gereja dan tugas pelayanan para
uskup;
·
untuk memperbaharui gereja;
·
untuk mengembalikan kesatuan di antara kaum Kristiani, termasuk meminta
maaf akan kontribusi Gereja Katolik pada masa lampau terhadap perpecahan itu;
serta
·
untuk memulai dialog dengan dunia modern.
Selama masa Sidang ini, para uskup menyetujui konstitusi tentang liturgi
suci (Sacrosanctum
Concilium) dan dekrit tentang upaya-upaya komunikasi sosial (Inter Mirifica). Sidang dilanjutkan dengan skema mengenai Gereja, Uskup dan Keuskupan, serta Ekumenisme. Pada 8 November 1963, Joseph Kardinal Frings mengkritik Kongregasi
Doktrin Iman (sebelum 1908dikenal sebagai Holy Roman and Universal Inquisition), dan dengan segera
dibalas oleh pembelaan diri yang berapi-api dari Sekretaris badan
tersebut, Alfredo Kardinal Ottaviani. Silang pendapat ini
dianggap sebagai kejadian paling dramatis selama Konsili. (Sebagai catatan,
penasihat teologi Kardinal Frings adalah Joseph Ratzinger muda, sekarang Paus
Benediktus XVI, yang kemudian menjadi Kardinal yang mengepalai Kongregasi tersebut di
Tahta Suci). Sidang Kedua berakhir pada 4 Desember 1963.
Sidang Ketiga (Musim
Gugur 1964)
Di antara periode Sidang Kedua dan Ketiga, proposal Skema direvisi kembali
berdasarkan komentar-komentar dari para Bapa Konsili. Sejumlah topik dikurangi
menjadi usulan pernyataan fundamental untuk disetujui dalam Sidang Ketiga,
dengan Komisi Paskakonsili yang akan menangani implementasi peraturan-peraturan
tersebut. Delapan pengamat religius wanita dan tujuh wanita awam diundang dalam
Sidang Ketiga, bersama-sama dengan undangan tambahan pria awam.
Selama Sidang yang dimulai pada 14 September 1964 ini, para Bapa
Konsili mengerjakan sejumlah besar proposal. Skema mengenai Ekumenisma (Unitatis
Redintegratio), gereja-gereja Katolik Ritus Timur (Orientalium
Ecclesiarum), serta konstitusi tentang Gereja (Lumen Gentium) disetujui dan diumumkan secara resmi oleh Paus.
Sebuah votum atau pernyataan mengenai sakramen pernikahan
dimunculkan sebagai pedoman bagi komisi untuk merevisiHukum Kanonik tentang isu-isu beragam akan yurisdiksi,
seremonial, dan pastoral. Para uskup mengusulkan skema ini dan meminta
persetujuan yang cepat, namun tidak segera diputuskan oleh Paus pada Konsili
tersebut. Paus Paulus memerintahkan para Uskup untuk menunda topik kontrasepsi
artifisial (keluarga berencana) yang akan dibahas sebuah komisi ahli kepastoran
dan awam yang telah ditunjuknya.
Skema mengenai tugas dan pelayanan para pastor serta tugas misi Gereja
ditolak dan dikembalikan kepada komisi-komisi untuk ditulis ulang sama sekali.
Pekerjaan dilanjutkan untuk sisa Skema lainnya, terutama sekali untuk masalah
Gereja di dunia masa kini dan kebebasan beragama. Terjadi kontroversi mengenai
revisi dekrit kebebasan beragama dan mengakibatkan kegagalan pengambilan suara
akan dekrit ini pada Sidang Ketiga. Paus Paulus menjanjikan untuk segera
meninjau skema ini pada masa Sidang berikutnya.
Paus Paulus menutup Sidang Ketiga pada 21 November dengan mengumumkan perubahan tata cara Ekaristi
dan secara resmi mengumumkan Maria sebagai "Bunda Gereja" seperti
yang telah sering diajarkan.
Sidang Keempat (Musim
Gugur 1965)
Sebelas Skema masih belum selesai pada akhir Sidang Ketiga dan
komisi-komisi bekerja untuk melakukan finalisasi. Skema 13, mengenai Gereja di
Dunia Modern (Gereja di Dunia Dewasa Ini) direvisi oleh sebuah komisi yang
dengan dibantu oleh orang-orang awam.
Paus Paulus membuka Sidang terakhir ini pada 14 September 1965 dengan mendirikan
sebuah Konferensi Para Uskup. Struktur yang lebih permanen ini ditujukan untuk
mempertahankan kerja sama yang erat antara para uskup dengan Paus setelah
Konsili berakhir.
Urusan pertama dalam Sidang Keempat adalah pertimbangan mengenai dekrit kebebasan
beragama, merupakan yang paling kontroversial di antara semua dokumen konsili.
Hasil pemungutan suara dalah 1.997 yang menyetujui dan 224 menolak (selisihnya
kemudian semakin melebar ketika para uskup menyetujui dekrit kebebasan
beragama Dignitatis
Humanae tersebut). Pekerjaan utama selama sisa periode Sidang adalah untuk 3
dokumen, yang seluruhnya disetujui oleh para Bapa Konsili. Dokumen Konstitusi
Gereja di Dunia Dewasa Ini (Gaudium et Spes) dengan revisi-revisi pastoral dan menghasilkan
dokumen lebih meluas, diikuti oleh Dekrit tentang Kegiatan Misioner Gereja (Ad Gentes) dan Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan para Imam
(Presbyterorum
Ordinis).
Konsili juga menyetujui dokumen-dokumen lainnya yang telah dibicarakan
dalam Sidang-Sidang sebelumnya; termasuk Dekrit tentang Tugas Pastoral para
Uskup dalam Gereja (Christus Dominus), Dekrit tentang Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup
Religius (Perfectae
Caritatis), Dekrit tentang Pembinaan Imam (Optatam Totius), Pernyataan Pendidikan Kristen (Gravissimum
Educationis), serta Dekrit Kerasulan Awam (Apostolicam
Actuositatem).
Salah satu dokumen yang paling kontroversial adalah Nostra Ætate, yang menegaskan
kembali dokumen Konsili Trenteabad keenambelas, bahwa para Yahupada masa Kristus
(tanpa pandang bulu) dan para Yahupada masa kini tidak memikul tanggung jawab
akan pembunuhan Kristus lebih besar daripada kaum Kristen (lihat Catechism of the Council of Trent, Article IV).
"Meskipun para pemuka bangsa Yahudi pada masa itu beserta para
penganut mereka mendesakkan kematian Kristus, namun penderitaanNya tidak dapat
begitu saja dibebankan sebagai kesalahan semua orang Yahudi pada masa itu tanpa
pandang bulu, maupun orang Yahudi zaman sekarang.
Sekalipun Gereja adalah umat Allah yang baru, namun jangan sekali-kali
menyimpulkan bahwa Kitab Suci menggambarkan bahwa orang Yahudi itu dibuang atau
dikutuk oleh Allah.
Gereja mendorong agar semua berusaha supaya dalam berkatakese dan
mewartakan Sabda Allah jangan mengajarkan apa pun yang tidak selaras dengan
kebenaran Injil dan semangat Kristus.
Selain itu, Gereja juga menolak setiap penganiayaan terhadap siapapun juga.
Gereja mengingat pusaka warisannya bersama-sama dengan bangsa Yahudi, dan
tergerak bukan oleh alasan-alasan politik melainkan tergerak oleh cinta kasih
Injil, Gereja menyatakan menentang segala kebencian, penganiayaan, sikap
anti-Semit, yang dilakukan terhadap bangsa Yahudi, kapan pun dan oleh siapa
pun."
Peristiwa penting pada hari-hari terakhir Konsili adalah tindakan Paus
Paulus dan Patriark Athenagoras dari Ortodoks yang mengekspresikan penyesalan
akan hal-hal yang telah lalu yang menyebabkan Skisma Besar gereja barat-timur. Deklarasi ini dikenal
sebagai Pernyataan Bersama Katolik-Ortodoks 1965.
Pada 8 Desember, Konsili Vatikan Kedua secara resmi ditutup, dengan
para uskup menyatakan ketaatan mereka terhadap segala dekrit Konsili. Untuk
memperlancar pelaksanaan hasil karya Konsili, Paus Paulus:
·
telah membentuk sebelumnya Komisi Kepausan untuk Media Komunikasi Sosial,
yang akan membantu para uskup dan penggunaan pastoral akan media-media ini;
·
mendeklarasikan hari peringatan selama 1 Januari hingga 26 Mei 1966 untuk mendorong
kaum Katolik mempelajari dan menerima keputusan-keputusan konsili dan
mempergunakannya sebagai pembaharuan spiritual mereka;
·
mengubah pada 1965 nama dan
prosedur untuk Holy Office, menggantinya dengan nama Kongregasi
Doktrin Iman(CDF), dan nama-nama dan wewenang dari departemen lainnya pada Kuria
Romawi.
·
membuat permanen lembaga sekretariat Promotion of Christian Unity bagi
agama non-Kristen dan bagi mereka yang belum percaya.
(bersambung)