Kamis, 23 Januari 2020

SPIRITUALITAS AGEN PASTORAL

BY Paroki San Juan IN ,


 DALAM TERANG INJIL YOHANES 10: 1-21


Abstraksi:
Yesus Kristus adalah Gembala Baik yang mesti diikuti dan diteladani oleh setiap agen pastoral. Yesus adalah Gembala Baik, sebab Dia menyerahkan nyawa bagi domba-domba-Nya (ayat 11-13), mengenal dan dikenal domba-domba-Nya (ayat 14-15), dan mempersatukan domba-domba (ayat 14-18). Yesus Gembala Baik melindungi dan membela domba-domba-Nya. Gembala yang baik berani berdiri di antara domba-domba dan bahaya yang mengancam keselamatan domba-domba dan dirinya sendiri. Wewenang yang melekat dalam diri agen pastoral adalah panggilan dan penugasan dari Allah melalui Gereja. Kewibawaan agen pastoral pertama-tama merupakan rahmat dari Tuhan. Kewibawaan terberi. Bercermin pada teks Yoh 10: 1-21, kita dapat menarik beberapa kualitas dasar bagi agen pastoral (terbaptis, tertakdis, tertahbis) antara lain: memimpin dengan wibawa, mengenal dan dikenal umat, berjalan di depan umat, mengutamakan manusia, sabar tetapi kreatif, dan melayani dengan segenap hati. Spiritualitas kristen merupakan spiritualitas kristosentris, atau spiritualitas yang berpusat pada Kristus. Kristus adalah penyebab sentral bagi orang kristiani untuk menjalani kehidupan yang saleh, berharkat dan bermartabat. Spiritualitas agen pastoral dalam terang Injil Yoh 10: 1-21 merupakan spiritualitas kristosentris. Agen pastoral menjalani kehidupan yang saleh, berharkat dan bermartabat dengan meniru Yesus, Gembala Baik. Sebagai pemimpin, agen pastoral memimpin dengan wibawa, mengenal dan dikenal umat, berjalan di depan umat, mengutamakan manusia, sabar tetapi kreatif, dan melayani dengan segenap hati. Spiritualitas agen pastoral, dengan beberapa ciri utama di atas dalam terang Injil Yoh 10: 1-21, bertumbuh dan berkembang dalam hidup nyata agen pastoral. Melalui perjalanan waktu, berkat aneka peluang dan tantangan, sambil meniru gaya penggembalaan Yesus Kristus, Gembala Baik, agen pastoral akan menjadi pemimpin yang saleh, berharkat dan bermartabat.

PENGANTAR
            Semua peserta sinode VI Keuskupan Larantuka (di Seminari Menengah San Dominggo Hokeng, 23-28 Oktober 2012), bersepakat menetapkan Program Jangka Pendek Tahap II Keuskupan Larantuka: Pemberdayaan KBG Melalui Pendidikan Nilai dan Kemitraan Menuju Gereja: Umat Allah yang Mandiri dan Misioner. Dari program utama ini dirancang empat program tahunan yang dilaksanakan secara bersinambung dalam empat tahun: Pemberdayaan KBG dan Kelompok Kategorial (2014), Pemberdayaan Agen Pastoral (2015), Keluarga (2016) dan Ekologi (2017). Pada tahun kelima (2018) dibuat evaluasi dan refleksi atas pelaksanaan semua program itu[1]. 
Kelompok kategorial seperti Konfreria, Legio Maria, Santa Ana, Orang Muda Katolik (OMK) muncul di tengah KBG dan menjadi kekuatan handal untuk menggerakkan KBG menjadi komunitas perjuangan bersama dalam bidang pewartaan (kerygma), persatuan (koinonia), pelayanan (diakonia), dan kesaksian iman (martyria). Kiprah KBG tergantung peran anggota dan pemimpin, atau agen pastoral. Berkat partisipasi anggota dan kesigapan pemimpin, keluarga-keluarga Katolik dalam KBG akan bertumbuh dan berkembang menjadi: Gereja rumah, domus ecclésiae[2]. KBG juga menggerakkan kepedulian kepada lingkungan hidup.
            Semua program itu bisa dilaksanakan dengan baik dan berhasil, jikalau agen pastoral sungguh-sungguh memainkan peran dengan tepat. Kiranya tidak berlebihan, kalau dikatakan bahwa agen pastoral memegang peran utama, namun bukan peran tunggal. Ada agen pastoral terbaptis (katekis, guru agama Katolik, DPP, DPS, pengurus KBG, pengurus Yayasan Katolik), agen pastoral tertahbis (Uskup, imam diosesan dan biarawan, diakon) dan agen pastoral tertakdis[3] (pemimpin dan dewan pimpinan Lembaga Hidup Bakti). Demi penguatan peran kepemimpinan agen pastoral, telah dibuat berbagai kegiatan: seminar dan pelatihan kepemimpinan, rekoleksi dan retret dengan tema kepemimpinan, bina lanjut para imam dan biarawan-biarawati dll. Berbagai kegiatan itu menawarkan gagasan inspiratif untuk meningkatkan harkat dan martabat[4] agen pastoral[5].
            Agen pastoral itu dikatakan mempunyai harkat dan martabat, jikalau ia menampilkan hidup yang saleh dan melayani dengan sepenuh hati. Tulisan ini mau mendalami spiritualitas agen pastoral dengan pendekatan spiritualitas biblis[6]. Spiritualitas biblis adalah ajaran, anjuran dan nasihat rohani yang didasarkan pada teks Kitab Suci (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Kitab Suci tidak secara sistematis dan teratur mencatat doktrin spiritualitas, tetapi secara implisit mengandung banyak ajaran dan anjuran tentang spiritualitas kristen. Melalui pembacaan, pendalaman (penelitian, studi, syering) dan meditasi, kita menggali pesan-pesan spiritual dalam teks Kitab Suci[7].
Perumpamaan tentang Yesus Gembala Baik (Yoh. 10: 1-21) membantu kita untuk membentuk konsep dan pemahaman tentang spiritualitas agen pastoral. Sebutan: agen pastoral mengarahkan perhatian kita kepada Pastor Bonus, Gembala Baik, yakni Yesus Kristus. Yesus Kristus itulah Gembala Baik yang mesti diikuti dan diteladani oleh setiap agen pastoral. Sebelum mendalami teks, kita perlu memahami apa itu spiritualitas dan siapa itu agen pastoral. Komentar atas teks membantu kita untuk mencapai pemahaman tentang spiritualitas agen pastoral menurut Yohanes bab 10: 1-21.
SPIRITUALITAS
            Kata spiritualitas (Latin) berasal dari kata: spíritus, artinya: tiupan, aliran udara, hawa, nafas hidup, nyawa, hidup, ilham, roh, jiwa, sukma, hati, sikap, perasaan, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian. Kata spíritus berasal dari kata: spirare, artinya: menghembus, bernapas[8]. Jadi, secara etimologis spiritualitas berarti hidup dari roh yang berhembus dan mengarahkan hati dan jiwa, mengendalikan perasaan dan memurnikan budi supaya orang dapat memilih dan melaksanakan kehendak Tuhan dengan berperilaku yang baik, benar, dan saleh. Maka, spiritualitas bisa berarti hidup yang saleh, atau kesalehan.
            Kita menelusuri pengertian spiritualitas menurut Santu Paulus. Ia mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat dua kualitas: duniawi dan rohani. Paulus menyebut: manusia duniawi (Yunani: psykhikós), yakni mereka yang tidak menerima hal-hal yang berasal dari Roh Allah (1Kor 2: 14), dan manusia rohani (Yunani: pneumatikós), yakni mereka yang menerima hal-hal yang berasal dari Allah (1Kor 2: 15) sebab Roh Allah (Yunani: pneûma theoû) tinggal di dalam diri mereka (Rom 8: 9). Manusia rohani hidup dan berbuat di bawah pengaruh Roh Allah; memikirkan hal-hal yang berasal dari Roh (Rom 8: 5) dan dipimpin oleh Roh (Rom 8: 14)[9].
            Pengertian etimologis dan pandangan Paulus di atas menunjukkan kepada kita bahwa spiritualitas itu berkaitan dengan Spíritus Sanctus, Roh Kudus. Spiritualitas mengandung makna: pengetahuan, pertimbangan (disermen), pemahaman, pemilihan, hidup yang sepadan dengan[10] Roh Kudus, hidup dalam cahaya Roh Kudus, dan hidup di bawah bimbingan Roh Kudus[11]. Semua aspek ini menumbuhkan dan mematangkan spiritualitas. Pengetahuan yang benar dan mendalam, pertimbangan yang matang dan komprehensip membantu orang untuk hidup sepadan dengan Roh Kudus yang memberikan cahaya dan bimbingan-Nya. Dengan itu dapat dihasilkan buah-buah roh dalam perilaku yang baik, benar dan saleh: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, dan penguasaan diri (Gal 5: 22-23).  
AGEN PASTORAL
            Kita sering mendengar kata agen, misalnya agen Flores Pos, agen Pos Kupang, agen Kompas. Agen berasal dari kata Latin: agens, artinya: sedang membuat, sedang melakukan[12]. Kata agens menyatakan aktivitas dan kesibukan yang sedang berlangsung. Aktivitas atau kesibukan agen berkaitan dengan penjualan barang-barang produksi dan pelayanan jasa. Jadi, agen adalah orang atau perantara yang mengusahakan penjualan untuk perusahaan atas nama pengusaha; wakil pengusaha merundingkan, memberikan jasa layanan, atau menutup perjanjian asuransi dengan ketentuan yang ada[13]. Sebagai wakil, perantara, penghubung, dan penjamin jasa layanan, agen mempunyai peran yang sangat penting. Tanpa agen, kurang terjalin hubungan antara pengusaha dan pembeli. Dengan perantaraan agen, barang-barang produksi dapat sampai ke tangan pembeli. Berkat kegesitan agen sebagai perantara, kebutuhan pembeli dapat dipenuhi secara memuaskan.
            Kata pastoral sering dipakai dalam hidup setiap hari, misalnya: pastoral keluarga, pastoral perkawinan, pastoral kaum muda, pastoral konseling, pastoral rumah sakit, pastoral orang sakit, pastoral penjara, pastoral sakramen, pastoral paroki, dan lain-lain. Apa sesungguhnya arti kata: pastoral?
            Kata pastoral  berasal dari kata pastor (Latin), artinya gembala. Dari kata pastor, dibentuk: pastoralis, artinya: dari seorang gembala[14]. Pastoral berarti hal-hal sekitar (tugas) pastor. Pastoral berarti perawatan yang menyelamatkan untuk kepentingan manusia, persatuan antara manusia dan dunia. Dalam konteks ini, perawatan berarti pelayanan. Pastoral berarti karya pelayanan yang dipercayakan kepada dan dilaksanakan oleh Gereja berdasarkan kehendak Allah untuk keselamatan semua orang. Atau, menurut V. Schurr, pastoral adalah kelanjutan misi keselamatan yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus sampai kini dan akan dipenuhi dalam Kerajaan Allah pada zaman parusia[15]. Meskipun kata pastoral berasal dari pastor, karya pastoral merupakan karya seluruh umat Allah, di bawah koordinasi dan tanggung jawab pastor.
Definisi pastoral di atas menegaskan bahwa Gereja mengemban karya pastoral sebagai kelanjutan, atau perwujudan dari karya Yesus Kristus, Gembala dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus, Mesias menjadi Gembala, bahkan Gembala Agung (Ibr 13: 20; 1Ptr 5: 4; 1Ptr 2: 25). Figur Yesus sebagai Gembala ditampilkan dengan amat jelas dalam Yoh 10. Gambaran tentang Yesus sebagai Gembala dalam Perjanjian Baru mirip dengan figur gembala dalam Yeh 34.[16] Allah menggembalakan Israel sebagai kawanan domba-Nya, mencari yang hilang, membawa pulang yang tersesat, membalut yang terluka, menguatkan yang sakit, melindungi yang kuat dan yang gemuk. (Yeh 34: 16).  
KOMENTAR TEKS
            Komentar ini merujuk terutama kepada George Arthur Buttrick, dkk., dalam: The Interpreter’s Bible. Kita berkonsultasi juga kepada penulis-penulis lain. Bagian pertama teks (ayat 1-5) merupakan alegori, sedangkan bagian kedua (ayat 7b-10) dan ketiga (ayat 11-18) merupakan perumpamaan[17]. Ayat 19-21 merupakan penutup dari satu kesatuan kisah tentang misi Yesus dan tantangannya (Yoh 7:1-10: 21).
Gembala sejati dan gembala palsu (ayat 1-5)[18]
            Setelah Yesus menyembuhkan orang yang buta matanya itu (Yoh 9: 1-41), orang-orang Yahudi bersoal jawab dengan Dia. Orang buta itu sudah melihat, tetapi orang-orang Yahudi tetap “buta”, tidak mengerti, dan belum menerima Yesus sebagai Mesias. Dengan perumpaman tentang gembala, Yesus mau mengantar mereka keluar dari kebutaan iman.
Yesus memulai ajaran baru dengan alegori (ayat 1-5). Para penafsir umumnya melihat bahwa ayat 1-5 merupakan enigmatic saying, ucapan enigmatis, teka-teki. Yesus memberikan teka-teki tentang gembala. Dia berharap agar orang-orang Yahudi dapat menemukan jawaban atas pertanyaan: siapa itu gembala sejati, dan siapa itu gembala palsu? Yesus memberikan ciri gembala yang benar: masuk ke kandang melalui pintu. Masuk melalui pintu berarti mengikuti kehendak dan rancangan Allah, pemberi otoritas.
Gembala sejati dikenal oleh penjaga pintu yang selalu berjaga dengan senjata di tangan, menghalau binatang-binatang pemangsa dan mengusir pencuri dan perampok. Penjaga pintu adalah Allah sendiri, yang menarik orang-orang kepada Yesus (Yoh 6: 44), dan dijaga oleh Yesus (Yoh 6: 39; 17: 6). Penjaga pintu juga berarti Roh Kudus yang berkarya melalui berbagai karunia-Nya. Suara gembala sejati didengar oleh kawanan yang segera berlari menemuinya, sebab ia mengenal mereka dan memanggil setiap pribadi dengan namanya sendiri. Gembala sejati menuntun kawanan keluar dari kandang menuju padang rumput. Ia berjalan di depan kawanan untuk menunjukkan jalan yang benar, aman dan pasti, agar mereka tidak tercerai berai dan dimangsa oleh binatang buas. Ia berjalan di depan, tetapi juga menoleh ke belakang untuk memperhatikan kawanan. Semua kawanan dituntun melewati lembah kekelaman untuk mencapai padang rumput hijau. Ada kedekatan istimewa antara gembala dan kawanan.
            Sesudah itu Yesus mengatakan ciri-ciri dari gembala yang palsu. Gembala yang palsu memasuki kandang dengan memanjat tembok, dan melewati jalan pintas. Kandang domba di Palestina saat itu berupa bangunan sederhana yang disusun dari batu-batu alam, dan di sana sini terdapat cela-cela yang membuat pencuri dan perampok masuk dengan mudah ke dalamnya. Suara gembala palsu terasa asing dan menakutkan kawanan, yang terus berlari menjauhkan diri daripadanya.
Gembala palsu bersikap seperti orang upahan. Bagi orang upahan, kawanan domba sesunguhnya bukan apa-apa. Orang upahan bekerja demi balas jasa (reward). Hal pertama yang dipikirkan orang upahan adalah uang sebagai upahnya. Hanya orang yang bekerja demi cinta, mengutamakan manusia dalam pelayanannya, bukannya balas jasa dalam bentuk barang, uang, jabatan, dan lain sebagainya.
            Kesabaran Yesus (ayat 6-7a)[19]
Teka-teki yang dilemparkan oleh Yesus tidak dimengerti oleh orang-orang Yahudi. “Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka” (ayat 6). Mereka tidak mengerti bukan karena kurang pengetahuan. Mereka tidak paham dan menolak Yesus sebab kelemahan spiritualitas mereka. Mereka tidak mengimpikan dan menerima gembala spiritual dengan ciri-ciri yang terkandung dalam teka-teki itu.
Meskipun orang-orang Yahudi tidak mengerti teka-teka itu, dan belum menerima Yesus, namun Yesus tetap sabar, dan melanjutkan ajaran-Nya: “Maka kata Yesus sekali lagi” (ayat 7a). Hal-hal rohani tidak dimengerti dengan segera dan diterima dengan serta merta. Yesus melanjutkan ceritera untuk mengganggu pikiran, pertimbangan, impian dan harapan orang-orang Yahudi akan Mesias. Kalau pencuri dan perampok mencari jalan lain untuk masuk ke kandang domba, maka Yesus juga mencari cara lain untuk menyadarkan orang-orang Yahudi akan kelemahan rohani mereka.
            Yesus, Pintu kepada kehidupan (ayat 7b-10)[20]
            Yesus mengantar orang-orang Yahudi untuk memahami diri-Nya sebagai Gembala sejati, Mesias yang benar, dengan cara membandingkan diri-Nya sebagai pintu kepada kehidupan, the door to life. Dua kali Ia menyatakan diri-Nya sebagai pintu (ayat 7 dan ayat 9). Pada ayat 7: “Akulah pintu ke domba-domba itu”[21]. Pintu melayani kawanan domba, yakni menjadi tempat keluar dan masuknya domba-domba. Di tempat lain Yesus menyebut diri-Nya sebagai jalan (Yoh 14: 6). Dia adalah pengantara tunggal antara Allah dan manusia (1Tim 2: 5; Ef 2: 18). 
Pada ayat 9, Yesus juga menyatakan diri-Nya sebagai pintu. “Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar menemukan padang rumput”. Di sini, pintu melayani gembala yang masuk menemui domba-domba, mengantar domba-domba keluar dan menemui padang rumput, serta membawa domba-domba kembali ke kandang pada waktu malam.
Orang-orang yang datang mendahului Dia adalah pencuri dan perampok (ayat 8). Mereka itu bukanlah para nabi. Mereka adalah orang-orang dari golongan Zelot, Barabas penyamun (Yoh 18: 40), Teudas dan Yudas dari Galilea (Kis 5: 35-37). Suara pencuri dan perampok tidak didengarkan, tetapi suara gembala, utusan Allah senantiasa didengarkan oleh domba-domba. Gamaliel pernah mengatakan bahwa yang berasal dari Allah tidak akan bisa dilenyapkan (Kis 5: 38-39). Gembala sejati adalah utusan Allah yang akan didengarkan, meskipun mengalami pencobaan, tantangan dan penolakan.
Yesus sebagai pintu, memberikan kenyaman, kepastian dan keselamatan. Dalam Dia ada hidup yang melimpah. “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (ayat 10).
            Yesus, Gembala Baik (ayat 11-18)[22]
            Setelah menyebut diri-Nya sebagai pintu bagi domba-domba dan gembala, Yesus mengumpamakan diri-Nya sebagai Gembala Baik, the Good Shepherd, Pastor Bonus. Kata Yunani: kalos yang dikenakan kepada Yesus sebagai Gembala Baik menunjukkan: pengurbanan diri (self-sacrifice), kelembutan hati (tenderness), dan pemberian diri seutuhnya. Sebagai pembanding, seorang dokter dikatakan sebagai orang baik, bukan hanya karena ia ahli di bidang kedokteran, tetapi juga ia tampil simpatik dan ramah tamah dalam pelayanan, serta menjadi sahabat bagi semua orang. Yesus adalah Gembala Baik, sebab Dia menyerahkan nyawa bagi domba-domba-Nya (ayat 11-13), mengenal dan dikenal domba-domba-Nya (ayat 14-15), dan mempersatukan domba-domba (ayat 14-18).
            Karena cinta-Nya yang amat besar, Yesus menyerahkan nyawa bagi domba-domba-Nya (ayat 11-13). “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15: 13). Kasih Yesus adalah pengingkaran diri, self-denying dan pengurbanan diri, self-sacrifacing bagi domba-domba yang memperjuangkan kebebasan, memerangi kelaparan, kemiskinan dan kebodohan,  mencari keadilan dan kebenaran, dan lain-lain. Yesus Gembala Baik melindungi dan membela domba-domba-Nya. Gembala yang baik berani berdiri di antara domba-domba dan bahaya yang mengancam keselamatan domba-domba dan dirinya sendiri.
Sikap Yesus sebagai Gembala Baik seperti dilukiskan di atas, dipertentangkan dengan sikap orang upahan. Orang upahan menjaga domba-domba untuk waktu yang terbatas dan sesuai dengan upah yang diterimanya. Hasil yang diperoleh dari pekerjaan menggembalakan domba-domba tidak mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Orang upahan akan meninggalkan domba-dombanya ketika ada bahaya, misalnya diserang oleh binatang buas, sebab ia tidak mau menanggung risiko yang berat bagi dirinya. Namun Yesus Gembala Baik, melaksanakan secara tuntas misi yang dipercayakan oleh Bapa kepada-Nya.
            Gembala yang baik mengenal secara mendalam setiap domba. Yesus mengenal domba-domba-Nya, dan Ia dikenal oleh domba-domba-Nya (ayat 14-15). Ia mengenal domba satu per satu dengan watak dan keistimewaannya. Ia dapat mengambil mereka dari antara kerumunan domba-domba milik orang lain, sebab Dia tahu persis mana domba milik-Nya sendiri. Domba-domba mengenal Dia yang memperhatikan mereka hari demi hari, dan tidak meninggalkan mereka sendirian. Relasi antara Yesus dan umat-Nya sangat dekat, seperti relasi Yesus dengan Bapa-Nya. Kedekatan antara Yesus dengan domba-domba, umat-Nya, dan kedekatan Yesus dengan Bapa-Nya membuat Ia rela mengurbankan diri-Nya demi keselamatan umat-Nya.     
            Akhirnya, Gembala Baik mempersatukan domba-domba di bawah penggembalaan-Nya dengan memberikan nyawa karena kasih-Nya kepada Bapa yang mengutus dan memberikan kuasa kepada-Nya (ayat 16-18). “Ada lagi pada padaKu domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suaraKu dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala” (ayat 16). Ayat ini merupakan proklamasi misi yang lantang dan berwibawa: Yesus akan menjadi Gembala Agung, the majesty of the good Shepherd dalam Kerajaan-Nya.
            Yang dimaksudkan dengan kandang adalah Israel. Domba-domba yang lain adalah orang-orang Samaria (Yoh 4), orang-orang kafir, dan bangsa-bangsa lain yang tersebar di mana-mana (Yoh 11: 52). Mereka akan dituntun oleh Yesus, mereka mendengarkan suara-Nya, dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala, tetapi bukan satu kandang, one flock, one sepherd, but not one fold. Satu kawanan dengan satu gembala adalah Israel baru, Gereja yang satu dan universal (Yoh 11: 52; 17: 11.21; Yer 23: 3; Yeh 34: 23; Mi 2: 12; Ef 2: 14-18). Tidak dikatakan bahwa Gereja yang satu dan universal itu adalah Gereja Katolik Roma. Gereja-Gereja yang berbeda-beda akan bersatu karena taat kepada Yesus Kristus, Gembala Agung.     
            Yesus: Orang kerasukan, atau Putra Allah? (ayat 19-21)[23]
            Meskipun ditempatkan pada akhir kisah sehingga tampak seolah-olah sebagai kesimpulan dari kisah, sesungguhnya ayat 19-21 tidak berkaitan langsung dengan diskusi  antara Yesus dengan orang-orang Yahudi tentang gembala yang baik dan sejati dan gembala yang jahat dan palsu. Redaktur menambahkan bagian ini untuk menutup Yoh 7:1-10: 21 sebagai satu kesatuan yang menggarisbawahi pentingnya misi Yesus Kristus.
            Perpecahan di antara orang-orang Yahudi terjadi bukan karena diskusi tentang gembala, tetapi karena tanggapan mereka tentang penyembuhan atas seorang buta (Yoh 9: 16). Sebagian orang Yahudi mengatakan bahwa Yesus kerasukan setan. Sebagian lagi mengatakan bahwa Yesus tidak kerasukan setan. Melalui ajaran atau perkataan-Nya, Yesus memberikan harapan baru. Melalui perbuatan-Nya menyembuhkan orang sakit, Ia menghibur orang yang bersusah. Yesus berkarya bukan untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk orang lain. Jesu’s life is spent in doing things for others. Tampaknya mulai ada pengakuan dari orang-orang Yahudi bahwa Yesus adalah Putra Allah.
SPIRITUALITAS AGEN PASTORAL
            Tujuan Tahun Program Agen Pastoral Keuskupan Larantuka (2015) adalah “agar semua pelaku yang mempunyai wewenang untuk menjalankan perutusan Gereja (karya pastoral) memiliki kemampuan yang selaras dengan .... jabatannya untuk membantu meningkatkan kualitas iman dan kesejahteraan umat beriman”.[24] Meskipun dipilih oleh umat Allah di KBG-KBG, jabatan agen pastoral terbaptis bukanlah hasil demokrasi. Meskipun umat Allah memberikan evaluasi dan usul saran tentang kelayakan calon agen pastoral tertakdis dan tertahbis, jabatan mereka merupakan panggilan dan perutusan dari Tuhan, bukan perjuangan mereka, juga bukan hasil perjuangan umat melalui proses demokrasi. Wewenang yang melekat dalam diri agen pastoral adalah panggilan dan penugasan dari Allah melalui Gereja. Kewibawaan agen pastoral pertama-tama merupakan rahmat dari Tuhan. Kewibawaan terberi.
            Berdasarkan komentar teks Yoh 10: 1-21 di atas, kita dapat menarik beberapa kualitas dasar bagi agen pastoral (terbaptis, tertakdis, tertahbis) antara lain: memimpin dengan wibawa, mengenal dan dikenal umat, berjalan di depan umat, mengutamakan manusia, sabar tetapi kreatif, dan melayani dengan segenap hati.
            Memimpin dengan wibawa  
Kualitas rohani yang pertama bagi agen pastoral adalah kewibawaan dalam perkataan dan perbuatan. Orang Latin mengatakan, “Verba movent, exempla trahunt”, artinya: kata-kata menggugah, contoh-contoh menarik. Yesus, Gembala Baik mengajar dengan wibawa: “Aku berkata kepadamu ....” Di tempat lain, Yesus mengatakan, “Kamu telah mendengar firman .... tetapi Aku berkata kepadamu .... (Mat 5: 17-48). Yesus tidak meniadakan hukum Taurat dan para nabi, tetapi menggenapinya. Dalam suratnya kepada Titus, Santu Paulus menghimbau agar penilik jemaat “berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya” (Tit 1: 9).
Jika agen pastoral berwibawa dalam perkataan dan perbuatan, maka ia didengarkan, disegani, dihormati, dan ditaati umat. Ia memegang ajaran iman yang benar, taat menjalankan peraturan, kebijakan, dan program bersama Keuskupan Larantuka yang dilaksanakan di masing-masing Dekenat, Paroki, Stasi, Lingkungan dan KBG dengan penyesuaian seperlunya mengingat kekhasan setempat. Program dan berbagai kesepakatan bersama dijelaskan oleh agen pastoral sedemikian rupa agar dipahami oleh umat. Isi ajaran, peraturan, kebijakan dan program bersama dilaksanakan secara konsisten dan kreatif. Kreativitas itu lebih berkaitan dengan strategi dan pilihan aksi mengingat karakteristik lokal, tetapi bukan pembuatan program baru.     
Sisi lain yang sangat mendukung kewibawaan agen pastoral adalah kesaksian hidup kristiani yang suci. Spiritualitas hendaknya mewujud dalam hidup nyata. Santu Paulus menulis, “Seorang penilik harus tidak bercacat, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri” (Tit 1: 7-8). Hendaknya agen pastoral menampilkan diri yang sejati, bukan diri yang palsu dengan sindrom Farisi dan ahli Taurat (Mat 23: 1-36). Urusan penerimaan sakramen berjalan lancar tanpa hambatan, kalau agen pastoral memiliki relasi dengan calon penerima sakramen (keluarga, teman dekat, orang kaya penyandang dana, pejabat). Jika anggota melanggar kaul suci dan janji imamat, ia akan diadili di depan komunitas, namun hal itu tidak terjadi bagi pemimpin karena persoalan bisa diredam. Inilah contoh-contoh sindrom Farisi dan ahli Taurat masa kini.    
Mengenal dan dikenal umat
            Kualitas kedua, agen pastoral mengenal dan dikenal umat Allah yang dilayani. Pengenalan dan kedekatan agen pastoral dengan umat Allah, membuat gembala mengenal umatnya dan umat mengenal gembalanya. Seorang pastor  kapelan[25] mengirim pesan singkat kepada pastor paroki yang sedang bepergian ke luar paroki, “Saya sudah merayakan misa pemakaman Diana, anak tunggal, kini duduk di bangku kelas dua SMP. Ketika Diana masih bayi, ayah meninggalkannya. Diana dibesarkan oleh Maria, ibunya, dan disayangi oleh kakek Yohanes dan nenek Elisabet. Diana tak tahu siapa dan di mana ayahnya berada. Kasihan Diana dan ibunya!” Pastor paroki membalas pesan singkat itu, “Di paroki kita ada banyak anak seperti Diana, dan banyak ibu seperti Maria. Kasihan anak-anak tanpa ayah. Malang benar banyak istri, tanpa suami di sampingnya”.
Dalam lingkup yang besar: Paroki, Dekenat dan Keuskupan, tentu agen pastoral tidak dapat mengenal semua umatnya sampai menyapa setiap pribadi dengan namanya sendiri. Namun dalam lingkup paling bawah, yakni KBG, agen pastoral bisa mengenal dengan baik umatnya, bahkan menyapa setiap pribadi dengan namanya sendiri. Dengan mengenal dan dikenal umat, agen pastoral diterima dan menjadi bagian komunitas. Dia bukan lagi orang luaran, outsider, tetapi salah satu di antara umat, seperti Yesus, Sang Sabda menjadi manusia seperti kita, One like us, kecuali dalam hal dosa.     
Melalui pendataan, agen pastoral mengetahui berapa jumlah umat yang dilayani: yang masih hidup, yang berpindah karena pekerjaan dan perantauan, yang sudah meninggal dunia. Berapa jumlah keluarga, orang jompo, orang muda, remaja, anak-anak, bayi, dst. Berapa jumlah pasangan suami istri yang akan merayakan ulang tahun pernikahan (perak, pancawindu, emas, intan), berapa pasangan yang belum menikah dan masih kumpul kebo, berapa calon penerima sakramen (Baptis, Komuni Pertama, Krisma), berapa pasangan suami istri yang mengalami problem perkawinan yang sangat serius. Masih ada banyak data lain yang perlu diketahui oleh agen pastoral. 
Berjalan di depan umat
            Orang kampung berpantun, “Jangan takut digigit nyamuk. Digigit nyamuk tiada luka. Jangan takut orang mengamuk. Orang mengamuk, saya di muka”. Kualitas ketiga menekankan tugas dan tanggung jawab agen pastoral dalam memimpin umat agar berlangkah maju, bertumbuh dan berkembang mencapai kesejahteraan lahir-batin, serta kehidupan yang tertib dan suci. “Tuhan gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau. Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namanya” (Mzm 23: 1-3).
            Yesus bukan hanya mengajar, tetapi juga memberi makan banyak orang lapar (perbanyakan roti: Mat 14: 13-21; Mrk 6: 30-44; Luk 9: 10-17; Yoh 6: 1-130). Seorang anak dari antara orang banyak itu merelakan miliknya (lima roti dan dua ikan) diberkati dan diperbanyak oleh Yesus, lalu dibagikan oleh para murid kepada semua orang yang lapar. Yesus mendidik para murid-Nya waktu itu dan agen pastoral sekarang ini agar peka akan situasi umat Allah yang kelaparan, sebab “Non audit praecepta inanis venter” (pepatah Latin), artinya: perut yang kosong tidak mendengarkan perintah-perintah. Menggerakkan umat untuk menyimpan, meminjam, dan mencicil melalui arisan, UBSP, koperasi kredit, merupakan contoh konkret bagaimana agen pastoral memperhatikan kesejahteraan jasmani umatnya. Memanggil pastor untuk melayani Sakramen Orang Sakit dan Komuni Kudus bagi orang sakit dan jompo merupakan contoh nyata perhatian agen pastoral untuk menyegarkan jiwa umatnya.
Agen pastoral juga berjalan di depan untuk membela dan melindungi umat dari berbagai kesulitan dan tantangan. “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku (Mzm 23: 4). Lembah kekelaman telah membuat umat Allah jatuh dalam pilihan yang salah, pilihan yang tidak berpihak pada kebaikan dan kebenaran, keadilan dan kesalehan. Korupsi, pencurian, kekerasan dalam rumah tangga, hamil di luar pernikahan, pemerkosaan, kumpul kebo, selingkuh, melanggar selibat, abortus merupakan lembah-lembah kekelaman masa kini.
Secara sepintas, ada kesenangan dan kenikmatan berada di lembah-lembah kekelaman itu. Namun cepat atau lambat, lahirlah kerinduan yang benar di lubuk hati yang terdalam untuk keluar dari lembah-lembah kekelaman itu. Ada kerinduan yang benar untuk dituntun oleh gembala dengan gada dan tongkat kegembalaan. Penerimaan Sakramen Tobat, pelayanan konseling pastoral, pastoral keluarga, kunjungan keluarga, pastoral sekolah, rekoleksi, retret merupakan perhatian yang semakin mendesak bagi agen pastoral untuk mengantar umat Allah keluar dari lembah-lembah kekelaman itu.
Mengutamakan manusia
Kualitas ketiga, agen pastoral mengutamakan pelayanan manusia, bukan upah. Kadang orang kurang paham dan keliru menerapkan Sabda Yesus, “Upahmu besar di surga” (Mat 5: 12), dan kata Santu Paulus, “Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil (1Kor 9: 18), dan mengabaikan upah yang sewajarnya diberikan kepada pekerja, termasuk pemberita Injil, agen pastoral. Paulus tidak mempergunakan haknya sebagai pemberita Injil, yakni mendapat upah. Hasil pekerjaan Paulus sebagai tukang kemah (Kis 18: 3) cukup untuk membiayai hidupnya, bahkan untuk membiayai karya pewartaan Injil.
Ia melayani bukan untuk mendapat upah, reward: barang, uang, kehormatan, jabatan. Namun ia patut menerima upah karena pelayanan yang telah ia berikan dengan segenap hati. Dengan demikian ia mewujudkan cinta kasih. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22: 37; bdk. Ul 6: 5; Mrk 12: 30; Luk  10: 27)[26].
Pelayanan mesti didahulukan, namun upah tidak boleh diabaikan. Upah bukanlah syarat, conditio agar orang membuat pelayanan injili, melainkan akibat, consequentia sesudah orang menjalankan pelayanan injili. Bagaimanapun, setiap pekerja patut mendapat upah yang wajar (Mat 10: 10; Luk 10: 7; 1Tim 5: 18). Jika agen pastoral mendahulukan pelayanan kepada orang berpunya, kenalan, sahabat dekat, keluarga sendiri, tetapi mengabaikan pelayanan kepada umat yang miskin, sederhana dan tidak dikenal, maka benar bahwa baginya upah adalah syarat. “Kami cari imam di mana lagi, Pater? Di biara ini kami tidak punya imam keluarga. Kami juga tidak kenal dengan baik imam-imam di biara ini. Kami cari imam untuk merayakan Misa arwah malam keempat. Tetapi kami sulit sekali mendapat imam.” Ungkapan spontan ini menunjukkan adanya gejala masa kini bahwa upah, reward dijadikan syarat untuk pelayanan pastoral.  
Kadang agen pastoral terikat pada upah, reward, bukan hanya dalam bentuk  uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk kebutuhan psikologis yang tersembunyi, misalnya mendapat kehormatan, pujian dan terima kasih dari umat, serta jabatan yang lebih tinggi. Jika pelayanan itu dilandaskan pada cinta kasih yang senantiasa memberi, tanpa menuntut balasan, maka agen pastoral akan tetap merasa bahagia dalam hidup dan karya pelayannya. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22: 37; bdk. Ul 6: 5; Mrk 12: 30; Luk  10: 27)[27]. Allah mendorong agen pastoral untuk mengasihi Dia dan sesama dalam karya pastoral.
Sabar dan kreatif
            Kualitas ketiga, kesabaran dan kreativitas dalam berpastoral. Hendaknya agen pastoral tidak mudah putus asa, bila umat bersikap acuh tak acuh terhadap berbagai program dan kegiatan bersama, kurang setia kepada ajaran iman, kurang rajin dalam doa dan ibadat bersama, jarang terlibat dalam katorde, dan lain-lain. Agen pastoral mesti rela memulai lagi dari awal. Ketika orang-orang Yahudi tidak mengerti perkataan-Nya dan belum menerima diri-Nya sebagai Mesias sejati, Yesus mengatakan sekali lagi (Yoh 10: 7a). Tak pernah boleh agen pastoral berkata, “Saya katakan hal ini untuk pertama dan terakhir kali!”, melainkan, “Saya katakan hal ini sekali lagi!”.
Isi iman yang diwartakan tetap sama. Namun metode pewartaan ajaran iman perlu diperbarui. Variasi metode pengajaran iman akan menarik minat umat dan mencegah kejenuhan. Terkait metode, perlu dilihat kembali katorde di KBG-KBG dalam Keuskupan Larantuka. Mayoritas peserta katorde adalah perempuan dan anak-anak. Para bapa dan pemuda sangat kurang berpartisipasi. Meskipun modul katorde diperbaiki setiap tahun, partisipasi para bapa dan pemuda tidak menunjukkan perubahan ke arah yang baik, hanya berjalan di tempat, bahkan mundur jauh. Apakah hal ini menunjukkan bahwa katorde tidak diminati? Modul katorde memang sangat diperlukan sebagai pegangan dasar, tetapi dinamika kegiatan katorde mesti dirancang dengan baik. Agen pastoral dan fasilitator mesti peka membaca situasi umat dan menentukan dinamika katorde. Inilah sebuah contoh tentang kreativitas dalam berpastoral. 
Penulis terkenang akan Paroki Nikelino di Keuskupan Agung Milan, Italia. Pastor parokinya, Don[28] Paolo, adalah seorang imam projo, anak tunggal, orang tuanya telah meningggal dunia. Warisan orang tuanya dijualnya semua untuk membiayai pelayanan karya pastoralnya. Dia mengumpulkan anak-anak muda korban narkoba, dan memberikan pendidikan dan pelatihan ketrampilan kepada mereka. Dia mempunyai stasiun radio amatir dan televisi kabel. Perayaan Ekaristi pada hari Minggu, doa Rosario di Gereja, dan kegiatan pastoral lainnya disiarkan melalui radio amatir dan televisi kabel. Orang sakit dan jompo mengikuti perayaan Ekaristi melalui radio dan televisi kabel. Sesudah itu diberikan Komuni Kudus. Keuskupan Larantuka berpelindungkan Maria Reinha Rosari. Apakah perlu direncanakan pengadaan radio amatir Maria Reinha Rosari, dan televisi kabel sebagai sarana untuk pewartaan Injil?

Melayani dengan segenap hati     
Akhirnya, agen pastoral melayani umat Allah dengan segenap hati. Ada pepatah Latin, “Age quod agis”, artinya: kerjakanlah apa yang engkau kerjakan. Orang mesti mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh, atau dengan segenap hati. Yesus meminta para murid-Nya untuk menyangkal diri, memanggul salib dan mengikuti Dia (Mat 16: 24; Mrk 8: 34; Luk 9: 23). Yesus memanggul salib-Nya sampai di bukit Kalvari agar manusia diselamatkan. Para murid-Nya dahulu dan agen pastoral sekarang memanggul salibnya sendiri sebagai tanda kasih yang utuh kepada umat yang dilayani. Salib agen pastoral dan salib setiap orang Kristen hanya dapat dipikul dengan rela, kalau orang menyangkal diri.
Menyangkal berarti mengingkari, tidak mengakui, tidak membenarkan, membantah, melawan, menolak[29]. Menyangkal diri berarti mengingkari diri, tidak mengakui diri, tidak membenarkan diri, membantah diri, melawan diri, dan menolak diri. Dalam bahasa Latin dipakai: abneget[30] semetipsum, artinya: hendaknya ia menyangkali dirinya sendiri (Mat 16: 24; Mrk 8: 34; Luk 9: 23). Kata abnegare berarti: menampik, menolak, tidak mau, tidak mengakui bahwa telah menerima, menyangkal, memungkiri[31].
Agen pastoral perlu menyangkal diri karena tugas yang ia jalankan bukan berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari Allah yang memanggil dan mengutus, serta dari umat memberikan kepercayaan dan dukungan. Agen pastoral mengkawal pelaksanakan program yang ditetapkan bersama (di KBG, Stasi, Paroki, Dekenat, Keuskupan), bukan programnya sendiri.
Cinta yang total kepada Allah dan sesama akan melahirkan pengingkaran diri sebagai pilihan yang bebas dan menggembirakan, bukan sebuah pemaksaan dari luar. Ketika anak-anak asrama belum kembali dari tempat pesta, Sr. Albertin, kepala asrama, menanti dengan sabar sampai semua anak kembali ke asrama, dan ia pun tidur dengan tenang. Ibu bidan Petronela membangunkan suaminya pada tengah malam dan memintanya menemani dia pergi ke dusun terpencil, untuk membantu persalinan ibu Marta. Meskipun letih, setelah beristirahat sejenak, pastor Andreas pergi menemui umat dan melayani Sakramen Orang Sakit dan Komuni bagi para jompo. Karena taat kepada Bapa Uskup, Pastor Yohanes rela meninggalkan “paroki basah”, dan Pastor Hilarius rela berpindah ke paroki yang pastornya sudah membuat skandal yang mengguncangkan umat. Inilah beberapa contoh pelayanan yang dijalankan dengan cinta yang utuh dan pengingkaran diri yang rela.                 
PENUTUP
Peran agen pastoral sebagai pemimpin di dalam Gereja (KBG, Stasi, Paroki, Dekenat, Keuskupan) dirasakan penting dan mendesak. Agen pastoral mesti dipersiapkan dan disegarkan terus menerus dengan inspirasi ilahi. “Bila tanpa wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum” (Ams 29: 18). Wahyu ilahi membantu agen pastoral untuk bertumbuh dan berkembang mencapai kehidupan kristiani yang berharkat dan bermartabat. Dapat dikatakan, hidup rohani atau spiritualitas berarti hidup kristiani yang saleh, berharkat dan bermartabat. Kesalehan itu karunia dari Allah. Harkat dan martabat merupakan jawaban nyata atas panggilan Allah, ekspresi nyata dari  kesalehan.
Spiritualitas kristen merupakan spiritualitas kristosentris, atau spiritualitas yang berpusat pada Kristus. Kristus adalah penyebab sentral bagi orang kristiani untuk menjalani kehidupan yang saleh, berharkat dan bermartabat. Peran sentral Yesus untuk kehidupan rohani dapat kita baca dalam 1Tim 2: 5-6: “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah meneyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan”. Juga 1Yoh 5: 11-12: “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”. Sejak Konsili Vatikan II, Yesus Kristus dijadikan sumber untuk mencapai kehidupan yang suci. Dia menjadi contoh utama bagi orang kristiani untuk mencapai kesucian[32].
Spiritualitaas agen pastoral dalam terang Injil Yoh 10: 1-21 merupakan spiritualitas kristosentris. Agen pastoral menjalani kehidupan yang saleh, berharkat dan bermartabat dengan meniru Yesus, Gembala Baik. Sebagai pemimpin, agen pastoral memimpin dengan wibawa, mengenal dan dikenal umat, berjalan di depan umat, mengutamakan manusia, sabar tetapi kreatif, dan melayani dengan segenap hati.
Spiritualitas agen pastoral, dengan beberapa ciri utama di atas dalam terang Injil Yoh 10: 1-21, bertumbuh dan berkembang dalam hidup nyata agen pastoral. Melalui perjalanan waktu, berkat aneka peluang dan tantangan, sambil meniru gaya penggembalaan Yesus Kristus, Gembala Baik, agen pastoral akan menjadi pemimpin yang saleh, berharkat dan bermartabat.

* * *










KEPUSTAKAAN

Aumann, Jordan, Teologia Spirituale (Roma: Edizione Dehoniane, 1980.
Barclay, William. The Daily Study Bible the Gospel of John, Vol. 2 (Edinburgh: The Saint Andrew Press, 1987.
Buttrick, George Arthur dkk. (edit), The Interpreter’s Bible, Vol. 8. Nasville: Abingdon Press, 1984.
Farmer, William R. dkk. (edit.), The International Bible Commentary (Collegeville, Minnesota: The Liturgical Press, 1998.
Fuller, Reginald C., D.D., Ph. D., L.S.S., dkk. A New Catholic Commentary on Holy Scripture. Hong Kong: Nelson, 1981.
Gallizi, Mario, dkk. (penerj.). I Quatro Vangeli Commentati. Torino: Elle Di Ci, 1995.
Masini, Mario. Spiritualitá Biblica: Temi e Percorsi. Milano: Paoline 2000.
Keuskupan Larantuka. Program Jangka Panjang Tahap II Keuskupan Larantuka. Larantuka, November 2013.
Prent, K. c.m., dkk. Kamus Latin Indonesia. Semarang: Kanisius, 1969.
Scott, W. Frank. The Preacher’s Homiletic Commentary on the Gospel According to St. John. USA: Baker Books, 2001.






[1] Program Jangka Panjang Tahap II Keuskupan Larantuka, hlm. 1.
[2] Domus ecclésiae (Latin), artinya rumah bagi Gereja. Domus: rumah; ecclésiae: untuk Gereja. Rumah menjadi Gereja. Istilah ini mirip dengan: Gereja mini. Keluarga menjadi Gereja mini.
[3] Takdis: penyucian, pengudusan (Hasan Alvi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, hlm. 1124). Umumnya kaum religius dikelompokkan dalam: agen pastoral terbaptis. Mengingat khasnya panggilan dan perutusan mereka, penulis mengelompokkan kaum religius ke dalam: agen pastoral tertakdis. Hidup Religius, atau Hidup Bakti: hidup yang dipersembahkan kepada Allah (Perfectae Caritatis 1). 
[4] Tidak tepat digunakan: kualitas untuk menjelaskan sifat manusia. Ganti kualitas, digunakan harkat dan martabat. Harkat berarti: derajat (kemuliaan dsb), taraf, mutu, nilai, harga (Hasan Alvi, op. cit., hlm. 390). Martabat  beratrti tingkat harkat kemanusiaan, harga diri (Hasan Alvi, op. cit., hlm. 717).
[5] Program Jangka Panjang Tahap II Keuskupan Larantuka, hlm. 4-6.
[6] Biblis: kata sifat yang berasal dari kata benda: bible (Inggris): Kitab Suci. Kitab Suci merupakan sumber yang pertama studi teologi.
[7] Mario Masini, Spiritualitá Biblica: Temi e Percorsi: Milano: Paoline 2000, hlm. 14-16.
[8]  K. Prent, c.m., dkk., Kamus Latin Indonesia, Semarang: Kanisius, 1969, hllm. 807.
[9] Mario Masini, Spiritualitá Biblica: Temi e Percorsi: Milano: Paoline 2000, hlm. 8.
[10] Kata sepadan diterjemahkan dari bahasa Latin: conformis (cum: bersama, dengan; forma: bentuk) berarti: sama bentuk, mirip dengan, serupa dengan.
[11] Mario Masini, Spiritualitá Biblica: Temi e Percorsi: Milano: Paoline 2000, hlm. 8.
[12] Kata agens merupakan bentuk partisipel aktif present dari kata kerja agere: membuat, melakukan (K. Prent, c.m., op. cit. hlm. 32).
[13] Hasan Alvi, op. cit., hlm. 12.
[14] Kata pastor (Latin) berasal dari kata kerja: pascere: menggembalakan, membiarkan makan rumput, memberi makan, memelihara ternak. Dari pascere itu dibentuk partisipel pasif: pastum. Dari pastum terbentuk pastor. 
[15] Karl Rahner, dkk. (editor), Dizionario di Pastorale (Brescia: Queriniana, 1979), hlm. 502-503.
[16] Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF (penerj.), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jilid 1 (Jakarta: Cempaka Putih, 1992), hlm. 331.
[17] Alegori adalah ceritera yang melambang perihidup manusia yang sebenarnya untuk pendidikan moral, atau ceritera yang menerangkan gagasan, cita-cita, nilai kehidupan, misalnya, kebijakan, kesetiaan dan kejujuran (Hasan Alvi, op. cit., hlm 29). Alegori memberikan transparansi, tetapi perumpamaan menampilkan gambar.
[18] George Arthur Buttrick, dkk. (edit), The Interpreter’s Bible, Vol. 8 (Nasville: Abingdon Press, 1984), hlm. 621-623;  W. Frank Scott, The Preacher’s Homiletic Commentary on the Gospel According to St. John (USA: Baker Books, 2001), hlm. 289-290; Mario Gallizi, dkk. (penerj.), I Quatro Vangeli Commentati (Torino: Elle Di Ci, 1995), hlm. 1040-1041; Reginald C. Fuller D.D., Ph. D., L.S.S., dkk., A New Catholic Commentary on Holy Scripture (Hong Kong: Nelson, 1981), hlm. 1057; William Barclay, The Daily Study Bible the Gospel of John, Vol. 2 (Edinburgh: The Saint Andrew Press, 1987), hlm. 52-57; William R. Farmer, dkk. (edit.), The International Bible Commentary (Collegeville, Minnesota: The Liturgical Press, 1998), hlm. 1480.
[19] George Arthur Buttrick, dkk., op. cit., hlm. 623. Hanya George Arthur Buttrick, dkk. yang memberikan komentar ayat 6-7a: kesabaran Yesus.
[20] George Arthur Buttrick, dkk. op. cit., hlm. 623- 625;  W. Frank Scott, op. cit., hlm. 289-290; Mario Gallizi, dkk. (penerj.), op. cit. hlm. 1042-1043; Reginald C. Fuller D.D., Ph. D., L.S.S., dkk., op. cit., hlm. 1057; William Barclay, op. cit., 58-60;  William R. Farmer, dkk. (edit.), op. cit., hlm. 1480.
[21] Kurang tepat penggunaan preposisi: ke. “Akulah pintu ke domba-domba itu” bisa berarti tempat masuk bagi gembala untuk menemui domba-domba. Lebih tepat digunakan preposisi: bagi, untuk. Teks bahasa asing cukup jelas, misalnya dalam bahasa Latin, “Ego sum ostium ovium: Aku adalah pintu dari domba-domba.   
[22] George Arthur Buttrick, dkk., op. cit. hlm. 626-628; W. Frank Scott, op. cit., hlm. 291-300; William R. Farmer, dkk., op. cit., hlm. 1480; William Barclay, op. cit., hlm. 60-67; Mario Gallizi, dkk. (penerj.), op. cit., hlm. 1042.
[23] George Arthur Buttrick, dkk., op. cit. hlm. 629-630; W. Frank Scott, op. cit., hlm. 300-302; William Barclay, op. cit., hlm. 68-69; Mario Gallizi, dkk. (penerj.), op. cit., hlm. 1042.
[24] Program Jangka Panjang Tahap II Keuskupan Larantuka, hlm. 5.
[25] Kapelan berasal dari: Capellanus (Latin: capella, artinya: kapel): pastor pembantu (K. Prent, c.m., dkk., op. cit., hlm. 112). Pastor kapelan memimpin satu kapela dan tidak terlibat dalam urusan paroki; imam untuk pastoral khusus, seperti pastor militer, pastor napi. Belakangan ini dipakai: pastor rekan, untuk menekankan persaudaraan imamat. Kiranya sapaan pastor rekan tidak mengurangi jenjang tugas dan tanggung jawab, serta ketaatan.
[26] Ulangan, Markus dan Lukas menambahkan: dengan segenap kekuatanmu.
[27] Ulangan, Markus dan Lukas menambahkan: dengan segenap kekuatanmu.
[28] Don: sapaan untuk imam projo di Italia; seperti sapaan Romo di wilayah Gereja Nusa Tenggara.
[29] Hasan Alvi, op. cit., hlm. 995.
[30] Abneget: hendaknya ia mengingkari; kata kerja dalam bentuk konyungtif dipakai untuk menyatakan harapan, ajakan, undangan.
[31] K. Prent, c.m., dkk., op. cit., hlm. 4.
[32] Jordan Aumann, Teologia Spirituale (Roma: Edizione Dehoniane, 1980), hlm. 55-56.