DALAM TERANG INJIL YOHANES 10: 1-21
Abstraksi:
Yesus Kristus adalah Gembala Baik yang mesti diikuti
dan diteladani oleh setiap agen pastoral. Yesus adalah Gembala Baik, sebab Dia
menyerahkan nyawa bagi domba-domba-Nya (ayat 11-13), mengenal dan dikenal
domba-domba-Nya (ayat 14-15), dan mempersatukan domba-domba (ayat 14-18). Yesus
Gembala Baik melindungi dan membela domba-domba-Nya. Gembala yang baik berani berdiri di antara domba-domba dan bahaya
yang mengancam keselamatan domba-domba dan dirinya sendiri. Wewenang yang
melekat dalam diri agen pastoral adalah panggilan dan penugasan dari Allah
melalui Gereja. Kewibawaan agen pastoral
pertama-tama merupakan rahmat dari Tuhan.
Kewibawaan terberi. Bercermin pada teks Yoh 10: 1-21, kita dapat menarik
beberapa kualitas dasar bagi agen pastoral (terbaptis, tertakdis, tertahbis)
antara lain: memimpin dengan wibawa, mengenal dan dikenal umat, berjalan di
depan umat, mengutamakan manusia, sabar tetapi kreatif, dan melayani dengan
segenap hati. Spiritualitas kristen merupakan spiritualitas kristosentris, atau spiritualitas yang berpusat pada
Kristus. Kristus adalah penyebab
sentral bagi orang kristiani untuk menjalani kehidupan yang saleh, berharkat
dan bermartabat. Spiritualitas agen pastoral dalam terang Injil Yoh 10: 1-21
merupakan spiritualitas kristosentris.
Agen pastoral menjalani kehidupan yang saleh, berharkat dan bermartabat dengan meniru Yesus, Gembala Baik. Sebagai
pemimpin, agen pastoral memimpin dengan wibawa, mengenal dan dikenal umat,
berjalan di depan umat, mengutamakan manusia, sabar tetapi kreatif, dan
melayani dengan segenap hati. Spiritualitas agen pastoral, dengan beberapa ciri
utama di atas dalam terang Injil Yoh 10: 1-21, bertumbuh dan berkembang dalam
hidup nyata agen pastoral. Melalui perjalanan waktu, berkat aneka peluang dan
tantangan, sambil meniru gaya penggembalaan Yesus Kristus, Gembala Baik, agen
pastoral akan menjadi pemimpin yang saleh, berharkat dan bermartabat.
PENGANTAR
Semua
peserta sinode VI Keuskupan Larantuka (di Seminari Menengah San Dominggo
Hokeng, 23-28 Oktober 2012), bersepakat menetapkan Program Jangka Pendek Tahap
II Keuskupan Larantuka: Pemberdayaan KBG
Melalui Pendidikan Nilai dan Kemitraan Menuju Gereja: Umat Allah yang Mandiri
dan Misioner. Dari program utama ini dirancang empat program tahunan yang
dilaksanakan secara bersinambung dalam empat tahun: Pemberdayaan KBG dan
Kelompok Kategorial (2014), Pemberdayaan Agen Pastoral (2015), Keluarga (2016)
dan Ekologi (2017). Pada tahun kelima (2018) dibuat evaluasi dan refleksi atas
pelaksanaan semua program itu[1].
Kelompok kategorial seperti
Konfreria, Legio Maria, Santa Ana, Orang Muda Katolik (OMK) muncul di tengah
KBG dan menjadi kekuatan handal untuk menggerakkan KBG menjadi komunitas perjuangan bersama dalam
bidang pewartaan (kerygma), persatuan (koinonia), pelayanan (diakonia), dan
kesaksian iman (martyria). Kiprah KBG tergantung peran anggota dan pemimpin,
atau agen pastoral. Berkat partisipasi anggota dan kesigapan pemimpin,
keluarga-keluarga Katolik dalam KBG akan bertumbuh dan berkembang menjadi:
Gereja rumah, domus ecclésiae[2].
KBG juga menggerakkan kepedulian kepada lingkungan hidup.
Semua
program itu bisa dilaksanakan dengan baik dan berhasil, jikalau agen pastoral
sungguh-sungguh memainkan peran dengan tepat. Kiranya tidak berlebihan, kalau
dikatakan bahwa agen pastoral
memegang peran utama, namun bukan
peran tunggal. Ada agen pastoral terbaptis
(katekis, guru agama Katolik, DPP, DPS, pengurus KBG, pengurus Yayasan
Katolik), agen pastoral tertahbis
(Uskup, imam diosesan dan biarawan, diakon) dan agen pastoral tertakdis[3]
(pemimpin dan dewan pimpinan Lembaga Hidup Bakti). Demi penguatan peran
kepemimpinan agen pastoral, telah dibuat berbagai kegiatan: seminar dan
pelatihan kepemimpinan, rekoleksi dan retret dengan tema kepemimpinan, bina
lanjut para imam dan biarawan-biarawati dll. Berbagai kegiatan itu menawarkan
gagasan inspiratif untuk meningkatkan harkat
dan martabat[4]
agen pastoral[5].
Agen
pastoral itu dikatakan mempunyai harkat dan martabat, jikalau ia menampilkan hidup yang saleh dan melayani dengan sepenuh hati. Tulisan ini mau
mendalami spiritualitas agen pastoral dengan pendekatan spiritualitas biblis[6].
Spiritualitas biblis adalah ajaran, anjuran dan nasihat rohani yang didasarkan
pada teks Kitab Suci (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru). Kitab Suci tidak
secara sistematis dan teratur mencatat doktrin spiritualitas, tetapi secara
implisit mengandung banyak ajaran dan anjuran tentang spiritualitas kristen.
Melalui pembacaan, pendalaman (penelitian, studi, syering) dan meditasi, kita
menggali pesan-pesan spiritual dalam teks Kitab Suci[7].
Perumpamaan tentang Yesus Gembala Baik (Yoh. 10: 1-21)
membantu kita untuk membentuk konsep dan pemahaman tentang spiritualitas agen
pastoral. Sebutan: agen pastoral
mengarahkan perhatian kita kepada Pastor
Bonus, Gembala Baik, yakni Yesus Kristus. Yesus Kristus itulah Gembala Baik
yang mesti diikuti dan diteladani oleh setiap agen pastoral. Sebelum mendalami
teks, kita perlu memahami apa itu
spiritualitas dan siapa itu agen
pastoral. Komentar atas teks membantu kita untuk mencapai pemahaman tentang
spiritualitas agen pastoral menurut Yohanes bab 10: 1-21.
SPIRITUALITAS
Kata
spiritualitas (Latin) berasal dari
kata: spíritus, artinya: tiupan,
aliran udara, hawa, nafas hidup, nyawa, hidup, ilham, roh, jiwa, sukma, hati,
sikap, perasaan, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian. Kata spíritus berasal dari kata: spirare, artinya: menghembus, bernapas[8].
Jadi, secara etimologis spiritualitas berarti
hidup dari roh yang berhembus dan
mengarahkan hati dan jiwa, mengendalikan perasaan dan memurnikan budi supaya
orang dapat memilih dan melaksanakan kehendak Tuhan dengan berperilaku yang
baik, benar, dan saleh. Maka, spiritualitas bisa berarti hidup yang saleh, atau
kesalehan.
Kita
menelusuri pengertian spiritualitas
menurut Santu Paulus. Ia mengatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat dua
kualitas: duniawi dan rohani. Paulus menyebut: manusia duniawi (Yunani: psykhikós), yakni mereka yang tidak
menerima hal-hal yang berasal dari Roh Allah (1Kor 2: 14), dan manusia rohani (Yunani: pneumatikós), yakni mereka yang menerima
hal-hal yang berasal dari Allah (1Kor 2: 15) sebab Roh Allah (Yunani: pneûma
theoû) tinggal di dalam diri mereka (Rom 8: 9). Manusia rohani hidup dan berbuat di bawah pengaruh Roh Allah;
memikirkan hal-hal yang berasal dari Roh (Rom 8: 5) dan dipimpin oleh Roh (Rom
8: 14)[9].
Pengertian
etimologis dan pandangan Paulus di atas menunjukkan kepada kita bahwa spiritualitas itu berkaitan dengan Spíritus Sanctus, Roh Kudus. Spiritualitas mengandung makna:
pengetahuan, pertimbangan (disermen), pemahaman, pemilihan, hidup yang sepadan dengan[10]
Roh Kudus, hidup dalam cahaya Roh Kudus, dan hidup di bawah bimbingan Roh Kudus[11].
Semua aspek ini menumbuhkan dan mematangkan spiritualitas. Pengetahuan yang
benar dan mendalam, pertimbangan yang matang dan komprehensip membantu orang
untuk hidup sepadan dengan Roh Kudus
yang memberikan cahaya dan bimbingan-Nya. Dengan itu dapat dihasilkan buah-buah roh dalam perilaku yang baik, benar dan saleh: kasih, suka cita, damai
sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah-lembutan, dan
penguasaan diri (Gal 5: 22-23).
AGEN
PASTORAL
Kita sering
mendengar kata agen, misalnya agen Flores Pos, agen Pos Kupang, agen
Kompas. Agen berasal dari kata Latin: agens,
artinya: sedang membuat, sedang melakukan[12].
Kata agens menyatakan aktivitas dan
kesibukan yang sedang berlangsung. Aktivitas atau kesibukan agen berkaitan dengan penjualan
barang-barang produksi dan pelayanan jasa. Jadi, agen adalah orang atau perantara yang mengusahakan penjualan untuk
perusahaan atas nama pengusaha; wakil pengusaha merundingkan, memberikan jasa
layanan, atau menutup perjanjian asuransi dengan ketentuan yang ada[13].
Sebagai wakil, perantara, penghubung, dan penjamin jasa layanan, agen mempunyai
peran yang sangat penting. Tanpa agen, kurang terjalin hubungan antara
pengusaha dan pembeli. Dengan perantaraan agen, barang-barang produksi dapat
sampai ke tangan pembeli. Berkat kegesitan agen sebagai perantara, kebutuhan
pembeli dapat dipenuhi secara memuaskan.
Kata
pastoral sering dipakai dalam hidup
setiap hari, misalnya: pastoral keluarga, pastoral perkawinan, pastoral kaum
muda, pastoral konseling, pastoral rumah sakit, pastoral orang sakit, pastoral
penjara, pastoral sakramen, pastoral paroki, dan lain-lain. Apa sesungguhnya
arti kata: pastoral?
Kata
pastoral berasal dari kata pastor (Latin), artinya gembala.
Dari kata pastor, dibentuk: pastoralis, artinya: dari seorang
gembala[14]. Pastoral berarti hal-hal sekitar (tugas)
pastor. Pastoral berarti perawatan
yang menyelamatkan untuk kepentingan manusia, persatuan antara manusia dan
dunia. Dalam konteks ini, perawatan
berarti pelayanan. Pastoral berarti
karya pelayanan yang dipercayakan kepada
dan dilaksanakan oleh Gereja
berdasarkan kehendak Allah untuk keselamatan semua orang. Atau, menurut V. Schurr,
pastoral adalah kelanjutan misi
keselamatan yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus sampai kini dan akan dipenuhi
dalam Kerajaan Allah pada zaman parusia[15].
Meskipun kata pastoral berasal dari pastor, karya pastoral merupakan karya
seluruh umat Allah, di bawah koordinasi dan tanggung jawab pastor.
Definisi pastoral di atas menegaskan bahwa Gereja mengemban karya pastoral
sebagai kelanjutan, atau perwujudan dari karya Yesus Kristus, Gembala dalam
Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus, Mesias menjadi Gembala,
bahkan Gembala Agung (Ibr 13: 20; 1Ptr 5: 4; 1Ptr 2: 25). Figur Yesus sebagai
Gembala ditampilkan dengan amat jelas dalam Yoh 10. Gambaran tentang Yesus
sebagai Gembala dalam Perjanjian Baru mirip dengan figur gembala dalam Yeh 34.[16]
Allah menggembalakan Israel sebagai kawanan domba-Nya, mencari yang hilang,
membawa pulang yang tersesat, membalut yang terluka, menguatkan yang sakit,
melindungi yang kuat dan yang gemuk. (Yeh 34: 16).
KOMENTAR
TEKS
Komentar
ini merujuk terutama kepada George Arthur Buttrick, dkk., dalam: The Interpreter’s Bible. Kita
berkonsultasi juga kepada penulis-penulis lain. Bagian pertama teks (ayat 1-5)
merupakan alegori, sedangkan bagian
kedua (ayat 7b-10) dan ketiga (ayat 11-18) merupakan perumpamaan[17].
Ayat 19-21 merupakan penutup dari satu kesatuan kisah tentang misi Yesus dan
tantangannya (Yoh 7:1-10: 21).
Setelah
Yesus menyembuhkan orang yang buta matanya itu (Yoh 9: 1-41), orang-orang
Yahudi bersoal jawab dengan Dia. Orang buta itu sudah melihat, tetapi
orang-orang Yahudi tetap “buta”, tidak mengerti, dan belum menerima Yesus
sebagai Mesias. Dengan perumpaman tentang gembala, Yesus mau mengantar mereka
keluar dari kebutaan iman.
Yesus memulai ajaran baru dengan alegori (ayat 1-5). Para penafsir
umumnya melihat bahwa ayat 1-5 merupakan enigmatic
saying, ucapan enigmatis, teka-teki. Yesus memberikan teka-teki tentang gembala. Dia berharap agar orang-orang
Yahudi dapat menemukan jawaban atas pertanyaan: siapa itu gembala sejati, dan
siapa itu gembala palsu? Yesus memberikan ciri gembala yang benar: masuk ke
kandang melalui pintu. Masuk melalui
pintu berarti mengikuti kehendak dan rancangan Allah, pemberi otoritas.
Gembala sejati dikenal oleh
penjaga pintu yang selalu berjaga dengan senjata di tangan, menghalau
binatang-binatang pemangsa dan mengusir pencuri dan perampok. Penjaga pintu
adalah Allah sendiri, yang menarik orang-orang kepada Yesus (Yoh 6: 44), dan
dijaga oleh Yesus (Yoh 6: 39; 17: 6). Penjaga pintu juga berarti Roh Kudus yang
berkarya melalui berbagai karunia-Nya. Suara gembala sejati didengar oleh
kawanan yang segera berlari menemuinya, sebab ia mengenal mereka dan memanggil
setiap pribadi dengan namanya sendiri. Gembala sejati menuntun kawanan keluar
dari kandang menuju padang rumput. Ia berjalan
di depan kawanan untuk
menunjukkan jalan yang benar, aman dan pasti, agar mereka tidak tercerai berai
dan dimangsa oleh binatang buas. Ia berjalan
di depan, tetapi juga menoleh ke
belakang untuk memperhatikan kawanan. Semua kawanan dituntun melewati
lembah kekelaman untuk mencapai padang rumput hijau. Ada kedekatan istimewa antara gembala dan kawanan.
Sesudah
itu Yesus mengatakan ciri-ciri dari gembala yang palsu. Gembala yang palsu
memasuki kandang dengan memanjat tembok, dan melewati jalan pintas. Kandang
domba di Palestina saat itu berupa bangunan sederhana yang disusun dari
batu-batu alam, dan di sana sini terdapat cela-cela yang membuat pencuri dan
perampok masuk dengan mudah ke dalamnya. Suara gembala palsu terasa asing dan
menakutkan kawanan, yang terus berlari menjauhkan diri daripadanya.
Gembala palsu bersikap seperti
orang upahan. Bagi orang upahan, kawanan domba sesunguhnya bukan apa-apa. Orang upahan bekerja demi balas jasa (reward). Hal pertama yang dipikirkan orang upahan
adalah uang sebagai upahnya. Hanya
orang yang bekerja demi cinta,
mengutamakan manusia dalam
pelayanannya, bukannya balas jasa dalam bentuk barang, uang, jabatan, dan lain
sebagainya.
Kesabaran
Yesus (ayat 6-7a)[19]
Teka-teki yang dilemparkan oleh
Yesus tidak dimengerti oleh
orang-orang Yahudi. “Itulah yang
dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti
apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka” (ayat 6). Mereka tidak mengerti bukan karena kurang
pengetahuan. Mereka tidak paham dan menolak Yesus sebab kelemahan spiritualitas
mereka. Mereka tidak mengimpikan dan menerima gembala spiritual dengan
ciri-ciri yang terkandung dalam teka-teki itu.
Meskipun orang-orang Yahudi tidak
mengerti teka-teka itu, dan belum menerima Yesus, namun Yesus tetap sabar, dan melanjutkan ajaran-Nya: “Maka kata Yesus sekali lagi” (ayat 7a). Hal-hal rohani tidak
dimengerti dengan segera dan diterima dengan serta merta. Yesus melanjutkan
ceritera untuk mengganggu pikiran, pertimbangan, impian dan harapan orang-orang
Yahudi akan Mesias. Kalau pencuri dan perampok mencari jalan lain untuk masuk ke kandang domba, maka Yesus juga mencari cara lain untuk menyadarkan orang-orang
Yahudi akan kelemahan rohani mereka.
Yesus
mengantar orang-orang Yahudi untuk memahami diri-Nya sebagai Gembala sejati,
Mesias yang benar, dengan cara membandingkan diri-Nya sebagai pintu kepada kehidupan, the door to life. Dua kali Ia menyatakan
diri-Nya sebagai pintu (ayat 7 dan ayat 9). Pada ayat 7: “Akulah pintu ke domba-domba itu”[21]. Pintu melayani kawanan domba, yakni
menjadi tempat keluar dan masuknya domba-domba. Di tempat lain Yesus menyebut
diri-Nya sebagai jalan (Yoh 14: 6).
Dia adalah pengantara tunggal antara Allah dan manusia (1Tim 2: 5; Ef 2:
18).
Pada ayat 9, Yesus juga
menyatakan diri-Nya sebagai pintu. “Akulah
pintu; barangsiapa masuk melalui Aku ia akan selamat dan ia akan masuk dan
keluar menemukan padang rumput”. Di sini, pintu melayani gembala yang masuk
menemui domba-domba, mengantar domba-domba keluar dan menemui padang rumput,
serta membawa domba-domba kembali ke kandang pada waktu malam.
Orang-orang yang datang
mendahului Dia adalah pencuri dan perampok (ayat 8). Mereka itu bukanlah para
nabi. Mereka adalah orang-orang dari golongan Zelot, Barabas penyamun (Yoh 18:
40), Teudas dan Yudas dari Galilea (Kis 5: 35-37). Suara pencuri dan perampok
tidak didengarkan, tetapi suara gembala, utusan Allah senantiasa didengarkan
oleh domba-domba. Gamaliel pernah mengatakan bahwa yang berasal dari Allah tidak akan bisa dilenyapkan (Kis 5: 38-39).
Gembala sejati adalah utusan Allah yang akan didengarkan, meskipun mengalami
pencobaan, tantangan dan penolakan.
Yesus sebagai pintu, memberikan
kenyaman, kepastian dan keselamatan. Dalam Dia ada hidup yang melimpah. “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup
dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (ayat 10).
Setelah menyebut
diri-Nya sebagai pintu bagi
domba-domba dan gembala, Yesus mengumpamakan diri-Nya sebagai Gembala Baik, the Good Shepherd, Pastor
Bonus. Kata Yunani: kalos yang
dikenakan kepada Yesus sebagai Gembala Baik menunjukkan: pengurbanan diri
(self-sacrifice), kelembutan hati (tenderness), dan pemberian diri seutuhnya.
Sebagai pembanding, seorang dokter dikatakan sebagai orang baik, bukan hanya karena ia ahli di bidang kedokteran, tetapi
juga ia tampil simpatik dan ramah tamah dalam pelayanan, serta menjadi sahabat
bagi semua orang. Yesus adalah Gembala Baik, sebab Dia menyerahkan nyawa bagi
domba-domba-Nya (ayat 11-13), mengenal dan dikenal domba-domba-Nya (ayat
14-15), dan mempersatukan domba-domba (ayat 14-18).
Karena
cinta-Nya yang amat besar, Yesus
menyerahkan nyawa bagi domba-domba-Nya (ayat 11-13). “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15: 13). Kasih Yesus
adalah pengingkaran diri, self-denying
dan pengurbanan diri, self-sacrifacing
bagi domba-domba yang memperjuangkan kebebasan, memerangi kelaparan, kemiskinan
dan kebodohan, mencari keadilan dan
kebenaran, dan lain-lain. Yesus Gembala Baik melindungi dan membela
domba-domba-Nya. Gembala yang baik berani berdiri
di antara domba-domba dan bahaya yang mengancam keselamatan domba-domba dan
dirinya sendiri.
Sikap Yesus sebagai Gembala Baik
seperti dilukiskan di atas, dipertentangkan dengan sikap orang upahan. Orang
upahan menjaga domba-domba untuk waktu yang terbatas dan sesuai dengan upah
yang diterimanya. Hasil yang diperoleh dari pekerjaan menggembalakan domba-domba
tidak mencukupi semua kebutuhan hidupnya. Orang upahan akan meninggalkan
domba-dombanya ketika ada bahaya, misalnya diserang oleh binatang buas, sebab
ia tidak mau menanggung risiko yang berat bagi dirinya. Namun Yesus Gembala
Baik, melaksanakan secara tuntas misi yang dipercayakan oleh Bapa kepada-Nya.
Gembala
yang baik mengenal secara mendalam
setiap domba. Yesus mengenal domba-domba-Nya, dan Ia dikenal oleh
domba-domba-Nya (ayat 14-15). Ia
mengenal domba satu per satu dengan watak dan keistimewaannya. Ia dapat
mengambil mereka dari antara kerumunan domba-domba milik orang lain, sebab Dia
tahu persis mana domba milik-Nya sendiri. Domba-domba mengenal Dia yang
memperhatikan mereka hari demi hari, dan tidak meninggalkan mereka sendirian.
Relasi antara Yesus dan umat-Nya sangat dekat, seperti relasi Yesus dengan
Bapa-Nya. Kedekatan antara Yesus dengan domba-domba, umat-Nya, dan kedekatan
Yesus dengan Bapa-Nya membuat Ia rela mengurbankan diri-Nya demi keselamatan
umat-Nya.
Akhirnya,
Gembala Baik mempersatukan domba-domba di
bawah penggembalaan-Nya dengan memberikan nyawa karena kasih-Nya kepada
Bapa yang mengutus dan memberikan kuasa kepada-Nya (ayat 16-18). “Ada lagi pada padaKu domba-domba lain, yang
bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan
mendengarkan suaraKu dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala”
(ayat 16). Ayat ini merupakan proklamasi
misi yang lantang dan berwibawa: Yesus akan menjadi Gembala Agung, the majesty of the good Shepherd dalam
Kerajaan-Nya.
Yang
dimaksudkan dengan kandang adalah
Israel. Domba-domba yang lain adalah
orang-orang Samaria (Yoh 4), orang-orang kafir, dan bangsa-bangsa lain yang
tersebar di mana-mana (Yoh 11: 52). Mereka akan dituntun oleh Yesus, mereka
mendengarkan suara-Nya, dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu
gembala, tetapi bukan satu kandang, one
flock, one sepherd, but not one fold. Satu kawanan dengan satu gembala
adalah Israel baru, Gereja yang satu dan universal (Yoh 11: 52; 17: 11.21; Yer
23: 3; Yeh 34: 23; Mi 2: 12; Ef 2: 14-18). Tidak dikatakan bahwa Gereja yang
satu dan universal itu adalah Gereja Katolik Roma. Gereja-Gereja yang
berbeda-beda akan bersatu karena taat kepada Yesus Kristus, Gembala Agung.
Yesus: Orang kerasukan, atau Putra Allah?
(ayat 19-21)[23]
Meskipun
ditempatkan pada akhir kisah sehingga tampak seolah-olah sebagai kesimpulan
dari kisah, sesungguhnya ayat 19-21 tidak berkaitan langsung dengan
diskusi antara Yesus dengan orang-orang
Yahudi tentang gembala yang baik dan sejati dan gembala yang jahat dan palsu.
Redaktur menambahkan bagian ini untuk menutup Yoh 7:1-10: 21 sebagai satu
kesatuan yang menggarisbawahi pentingnya misi Yesus Kristus.
Perpecahan
di antara orang-orang Yahudi terjadi bukan karena diskusi tentang gembala,
tetapi karena tanggapan mereka tentang penyembuhan atas seorang buta (Yoh 9:
16). Sebagian orang Yahudi mengatakan bahwa Yesus kerasukan setan. Sebagian
lagi mengatakan bahwa Yesus tidak kerasukan setan. Melalui ajaran atau
perkataan-Nya, Yesus memberikan harapan baru. Melalui perbuatan-Nya
menyembuhkan orang sakit, Ia menghibur orang yang bersusah. Yesus berkarya
bukan untuk diri-Nya sendiri, melainkan untuk orang lain. Jesu’s life is spent in doing things for others. Tampaknya mulai
ada pengakuan dari orang-orang Yahudi bahwa Yesus adalah Putra Allah.
SPIRITUALITAS
AGEN PASTORAL
Tujuan Tahun Program Agen Pastoral Keuskupan
Larantuka (2015) adalah “agar semua pelaku yang mempunyai wewenang untuk
menjalankan perutusan Gereja (karya pastoral) memiliki kemampuan yang selaras
dengan .... jabatannya untuk membantu meningkatkan kualitas iman dan
kesejahteraan umat beriman”.[24]
Meskipun dipilih oleh umat Allah di KBG-KBG, jabatan agen pastoral terbaptis
bukanlah hasil demokrasi. Meskipun umat Allah memberikan evaluasi dan usul
saran tentang kelayakan calon agen pastoral tertakdis dan tertahbis, jabatan
mereka merupakan panggilan dan perutusan dari Tuhan, bukan perjuangan mereka,
juga bukan hasil perjuangan umat melalui proses demokrasi. Wewenang yang melekat
dalam diri agen pastoral adalah panggilan dan penugasan dari Allah melalui
Gereja. Kewibawaan agen pastoral
pertama-tama merupakan rahmat dari Tuhan.
Kewibawaan terberi.
Berdasarkan
komentar teks Yoh 10: 1-21 di atas, kita dapat menarik beberapa kualitas dasar
bagi agen pastoral (terbaptis, tertakdis, tertahbis) antara lain: memimpin
dengan wibawa, mengenal dan dikenal umat, berjalan di depan umat, mengutamakan
manusia, sabar tetapi kreatif, dan melayani dengan segenap hati.
Memimpin
dengan wibawa
Kualitas rohani yang pertama bagi agen pastoral adalah kewibawaan dalam perkataan dan
perbuatan. Orang Latin mengatakan, “Verba
movent, exempla trahunt”, artinya: kata-kata
menggugah, contoh-contoh menarik. Yesus, Gembala Baik mengajar dengan wibawa: “Aku
berkata kepadamu ....” Di tempat lain, Yesus mengatakan, “Kamu telah mendengar firman .... tetapi Aku
berkata kepadamu .... (Mat 5: 17-48). Yesus tidak meniadakan hukum Taurat
dan para nabi, tetapi menggenapinya. Dalam suratnya kepada Titus, Santu Paulus
menghimbau agar penilik jemaat “berpegang
kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia
sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan
penentang-penentangnya” (Tit 1: 9).
Jika agen pastoral berwibawa
dalam perkataan dan perbuatan, maka ia didengarkan, disegani, dihormati, dan
ditaati umat. Ia memegang ajaran iman yang benar, taat menjalankan peraturan,
kebijakan, dan program bersama Keuskupan Larantuka yang dilaksanakan di masing-masing
Dekenat, Paroki, Stasi, Lingkungan dan KBG dengan penyesuaian seperlunya
mengingat kekhasan setempat. Program dan berbagai kesepakatan bersama
dijelaskan oleh agen pastoral sedemikian rupa agar dipahami oleh umat. Isi
ajaran, peraturan, kebijakan dan program bersama dilaksanakan secara konsisten dan kreatif. Kreativitas itu
lebih berkaitan dengan strategi dan pilihan aksi mengingat karakteristik lokal,
tetapi bukan pembuatan program baru.
Sisi lain yang sangat mendukung
kewibawaan agen pastoral adalah kesaksian
hidup kristiani yang suci. Spiritualitas hendaknya mewujud dalam hidup
nyata. Santu Paulus menulis, “Seorang
penilik harus tidak bercacat, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah,
tidak serakah, melainkan memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana,
adil, saleh, dapat menguasai diri” (Tit 1: 7-8). Hendaknya agen pastoral
menampilkan diri yang sejati, bukan diri yang palsu dengan sindrom Farisi dan
ahli Taurat (Mat 23: 1-36). Urusan penerimaan sakramen berjalan lancar tanpa
hambatan, kalau agen pastoral memiliki relasi dengan calon penerima sakramen
(keluarga, teman dekat, orang kaya penyandang dana, pejabat). Jika anggota
melanggar kaul suci dan janji imamat, ia akan diadili di depan komunitas, namun
hal itu tidak terjadi bagi pemimpin karena persoalan bisa diredam. Inilah
contoh-contoh sindrom Farisi dan ahli Taurat masa kini.
Mengenal dan dikenal umat
Kualitas
kedua, agen pastoral mengenal dan dikenal umat Allah yang
dilayani. Pengenalan dan kedekatan agen pastoral dengan umat Allah, membuat
gembala mengenal umatnya dan umat mengenal gembalanya. Seorang pastor
kapelan[25] mengirim pesan singkat kepada pastor paroki yang sedang bepergian ke
luar paroki, “Saya sudah merayakan misa pemakaman Diana, anak tunggal, kini duduk
di bangku kelas dua SMP. Ketika Diana masih bayi, ayah meninggalkannya. Diana
dibesarkan oleh Maria, ibunya, dan disayangi oleh kakek Yohanes dan nenek
Elisabet. Diana tak tahu siapa dan di mana ayahnya berada. Kasihan Diana dan
ibunya!” Pastor paroki membalas pesan singkat itu, “Di paroki kita ada banyak
anak seperti Diana, dan banyak ibu seperti Maria. Kasihan anak-anak tanpa ayah.
Malang benar banyak istri, tanpa suami di sampingnya”.
Dalam lingkup yang besar: Paroki,
Dekenat dan Keuskupan, tentu agen pastoral tidak dapat mengenal semua umatnya
sampai menyapa setiap pribadi dengan namanya sendiri. Namun dalam lingkup
paling bawah, yakni KBG, agen pastoral bisa mengenal dengan baik umatnya,
bahkan menyapa setiap pribadi dengan namanya sendiri. Dengan mengenal dan
dikenal umat, agen pastoral diterima dan menjadi bagian komunitas. Dia bukan
lagi orang luaran, outsider, tetapi salah satu di antara umat, seperti
Yesus, Sang Sabda menjadi manusia seperti kita, One like us, kecuali dalam hal dosa.
Melalui pendataan, agen pastoral
mengetahui berapa jumlah umat yang dilayani: yang masih hidup, yang berpindah
karena pekerjaan dan perantauan, yang sudah meninggal dunia. Berapa jumlah
keluarga, orang jompo, orang muda, remaja, anak-anak, bayi, dst. Berapa jumlah
pasangan suami istri yang akan merayakan ulang tahun pernikahan (perak,
pancawindu, emas, intan), berapa pasangan yang belum menikah dan masih kumpul kebo, berapa calon penerima
sakramen (Baptis, Komuni Pertama, Krisma), berapa pasangan suami istri yang
mengalami problem perkawinan yang sangat serius. Masih ada banyak data lain
yang perlu diketahui oleh agen pastoral.
Berjalan di depan umat
Orang kampung
berpantun, “Jangan takut digigit nyamuk.
Digigit nyamuk tiada luka. Jangan takut orang mengamuk. Orang mengamuk, saya di
muka”. Kualitas ketiga menekankan tugas dan tanggung jawab agen pastoral
dalam memimpin umat agar berlangkah maju,
bertumbuh dan berkembang mencapai kesejahteraan lahir-batin, serta kehidupan
yang tertib dan suci. “Tuhan gembalaku,
takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau. Ia
membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di
jalan yang benar oleh karena namanya” (Mzm 23: 1-3).
Yesus
bukan hanya mengajar, tetapi juga memberi makan banyak orang lapar (perbanyakan
roti: Mat 14: 13-21; Mrk 6: 30-44; Luk 9: 10-17; Yoh 6: 1-130). Seorang anak
dari antara orang banyak itu merelakan miliknya (lima roti dan dua ikan)
diberkati dan diperbanyak oleh Yesus, lalu dibagikan oleh para murid kepada
semua orang yang lapar. Yesus mendidik para murid-Nya waktu itu dan agen
pastoral sekarang ini agar peka akan situasi umat Allah yang kelaparan, sebab “Non audit praecepta inanis venter”
(pepatah Latin), artinya: perut yang kosong tidak mendengarkan
perintah-perintah. Menggerakkan umat untuk menyimpan, meminjam, dan mencicil
melalui arisan, UBSP, koperasi kredit, merupakan contoh konkret bagaimana agen
pastoral memperhatikan kesejahteraan jasmani umatnya. Memanggil pastor untuk
melayani Sakramen Orang Sakit dan Komuni Kudus bagi orang sakit dan jompo
merupakan contoh nyata perhatian agen pastoral untuk menyegarkan jiwa umatnya.
Agen pastoral juga berjalan di
depan untuk membela dan melindungi umat dari berbagai kesulitan dan tantangan. “Sekalipun aku berjalan dalam lembah
kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan
tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku (Mzm 23: 4). Lembah kekelaman telah
membuat umat Allah jatuh dalam pilihan yang salah, pilihan yang tidak berpihak
pada kebaikan dan kebenaran, keadilan dan kesalehan. Korupsi, pencurian,
kekerasan dalam rumah tangga, hamil di luar pernikahan, pemerkosaan, kumpul kebo, selingkuh, melanggar
selibat, abortus merupakan lembah-lembah kekelaman masa kini.
Secara sepintas, ada kesenangan
dan kenikmatan berada di lembah-lembah kekelaman itu. Namun cepat atau lambat,
lahirlah kerinduan yang benar di lubuk hati yang terdalam untuk keluar dari
lembah-lembah kekelaman itu. Ada kerinduan yang benar untuk dituntun oleh
gembala dengan gada dan tongkat kegembalaan. Penerimaan Sakramen Tobat,
pelayanan konseling pastoral, pastoral keluarga, kunjungan keluarga, pastoral
sekolah, rekoleksi, retret merupakan perhatian yang semakin mendesak bagi agen
pastoral untuk mengantar umat Allah keluar dari lembah-lembah kekelaman itu.
Mengutamakan manusia
Kualitas ketiga, agen pastoral mengutamakan
pelayanan manusia, bukan upah. Kadang orang kurang paham dan keliru
menerapkan Sabda Yesus, “Upahmu besar di
surga” (Mat 5: 12), dan kata Santu Paulus, “Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan
bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil (1Kor 9: 18),
dan mengabaikan upah yang sewajarnya diberikan kepada pekerja, termasuk
pemberita Injil, agen pastoral. Paulus tidak mempergunakan haknya sebagai
pemberita Injil, yakni mendapat upah. Hasil pekerjaan Paulus sebagai tukang
kemah (Kis 18: 3) cukup untuk membiayai hidupnya, bahkan untuk membiayai karya
pewartaan Injil.
Ia melayani bukan untuk mendapat
upah, reward: barang, uang,
kehormatan, jabatan. Namun ia patut menerima upah karena pelayanan yang telah
ia berikan dengan segenap hati. Dengan demikian ia mewujudkan cinta kasih. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum
yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22: 37; bdk.
Ul 6: 5; Mrk 12: 30; Luk 10: 27)[26].
Pelayanan mesti
didahulukan, namun upah tidak boleh diabaikan. Upah bukanlah syarat, conditio agar orang membuat pelayanan
injili, melainkan akibat, consequentia
sesudah orang menjalankan pelayanan injili. Bagaimanapun, setiap pekerja patut
mendapat upah yang wajar (Mat 10: 10; Luk 10: 7; 1Tim 5: 18). Jika agen
pastoral mendahulukan pelayanan kepada orang berpunya, kenalan, sahabat dekat,
keluarga sendiri, tetapi mengabaikan pelayanan kepada umat yang miskin,
sederhana dan tidak dikenal, maka benar bahwa baginya upah adalah syarat. “Kami
cari imam di mana lagi, Pater? Di biara ini kami tidak punya imam keluarga.
Kami juga tidak kenal dengan baik imam-imam di biara ini. Kami cari imam untuk
merayakan Misa arwah malam keempat. Tetapi kami sulit sekali mendapat imam.”
Ungkapan spontan ini menunjukkan adanya gejala masa kini bahwa upah, reward dijadikan syarat untuk pelayanan
pastoral.
Kadang agen pastoral terikat pada
upah, reward, bukan hanya dalam
bentuk uang atau barang, tetapi juga
dalam bentuk kebutuhan psikologis yang tersembunyi, misalnya mendapat
kehormatan, pujian dan terima kasih dari umat, serta jabatan yang lebih tinggi.
Jika pelayanan itu dilandaskan pada cinta
kasih yang senantiasa memberi, tanpa menuntut balasan, maka agen pastoral
akan tetap merasa bahagia dalam hidup dan karya pelayannya. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum
yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22: 37; bdk.
Ul 6: 5; Mrk 12: 30; Luk 10: 27)[27].
Allah mendorong agen pastoral untuk mengasihi Dia dan sesama dalam karya
pastoral.
Sabar dan kreatif
Kualitas ketiga,
kesabaran dan kreativitas dalam
berpastoral. Hendaknya agen pastoral tidak mudah putus asa, bila umat bersikap
acuh tak acuh terhadap berbagai program dan kegiatan bersama, kurang setia
kepada ajaran iman, kurang rajin dalam doa dan ibadat bersama, jarang terlibat
dalam katorde, dan lain-lain. Agen pastoral mesti rela memulai lagi dari awal.
Ketika orang-orang Yahudi tidak mengerti perkataan-Nya dan belum menerima
diri-Nya sebagai Mesias sejati, Yesus mengatakan
sekali lagi (Yoh 10: 7a). Tak pernah boleh agen pastoral berkata, “Saya katakan hal ini untuk pertama dan
terakhir kali!”, melainkan, “Saya
katakan hal ini sekali lagi!”.
Isi iman yang diwartakan tetap
sama. Namun metode pewartaan ajaran iman perlu diperbarui. Variasi metode
pengajaran iman akan menarik minat umat dan mencegah kejenuhan. Terkait metode,
perlu dilihat kembali katorde di KBG-KBG dalam Keuskupan Larantuka. Mayoritas
peserta katorde adalah perempuan dan anak-anak. Para bapa dan pemuda sangat
kurang berpartisipasi. Meskipun modul katorde diperbaiki setiap tahun,
partisipasi para bapa dan pemuda tidak menunjukkan perubahan ke arah yang baik,
hanya berjalan di tempat, bahkan
mundur jauh. Apakah hal ini menunjukkan bahwa katorde tidak diminati? Modul
katorde memang sangat diperlukan sebagai pegangan dasar, tetapi dinamika
kegiatan katorde mesti dirancang dengan baik. Agen pastoral dan fasilitator
mesti peka membaca situasi umat dan menentukan dinamika katorde. Inilah sebuah
contoh tentang kreativitas dalam berpastoral.
Penulis terkenang akan Paroki
Nikelino di Keuskupan Agung Milan, Italia. Pastor parokinya, Don[28]
Paolo, adalah seorang imam projo, anak tunggal, orang tuanya telah meningggal
dunia. Warisan orang tuanya dijualnya semua untuk membiayai pelayanan karya
pastoralnya. Dia mengumpulkan anak-anak muda korban narkoba, dan memberikan
pendidikan dan pelatihan ketrampilan kepada mereka. Dia mempunyai stasiun radio
amatir dan televisi kabel. Perayaan Ekaristi pada hari Minggu, doa Rosario di
Gereja, dan kegiatan pastoral lainnya disiarkan melalui radio amatir dan
televisi kabel. Orang sakit dan jompo mengikuti perayaan Ekaristi melalui radio
dan televisi kabel. Sesudah itu diberikan Komuni Kudus. Keuskupan Larantuka
berpelindungkan Maria Reinha Rosari. Apakah perlu direncanakan pengadaan radio
amatir Maria Reinha Rosari, dan televisi kabel sebagai sarana untuk pewartaan
Injil?
Melayani dengan segenap hati
Akhirnya, agen pastoral melayani umat Allah dengan segenap hati.
Ada pepatah Latin, “Age quod agis”,
artinya: kerjakanlah apa yang engkau kerjakan. Orang mesti mengerjakan sesuatu
dengan sungguh-sungguh, atau dengan segenap hati. Yesus meminta para murid-Nya
untuk menyangkal diri, memanggul salib dan mengikuti Dia (Mat 16: 24; Mrk 8: 34; Luk 9: 23). Yesus memanggul
salib-Nya sampai di bukit Kalvari agar manusia diselamatkan. Para murid-Nya
dahulu dan agen pastoral sekarang memanggul salibnya sendiri sebagai tanda
kasih yang utuh kepada umat yang dilayani. Salib agen pastoral dan salib setiap
orang Kristen hanya dapat dipikul dengan rela, kalau orang menyangkal diri.
Menyangkal
berarti
mengingkari, tidak mengakui, tidak membenarkan, membantah, melawan, menolak[29]. Menyangkal diri berarti mengingkari
diri, tidak mengakui diri, tidak membenarkan diri, membantah diri, melawan
diri, dan menolak diri. Dalam bahasa Latin dipakai: abneget[30] semetipsum, artinya: hendaknya ia
menyangkali dirinya sendiri (Mat 16: 24; Mrk 8: 34; Luk 9: 23). Kata abnegare berarti: menampik, menolak,
tidak mau, tidak mengakui bahwa telah menerima, menyangkal, memungkiri[31].
Agen pastoral perlu menyangkal diri karena tugas yang ia
jalankan bukan berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari Allah yang
memanggil dan mengutus, serta dari umat memberikan kepercayaan dan dukungan.
Agen pastoral mengkawal pelaksanakan program yang ditetapkan bersama (di KBG,
Stasi, Paroki, Dekenat, Keuskupan), bukan programnya sendiri.
Cinta yang total kepada Allah dan
sesama akan melahirkan pengingkaran diri sebagai pilihan yang bebas dan
menggembirakan, bukan sebuah pemaksaan dari luar. Ketika anak-anak asrama belum
kembali dari tempat pesta, Sr. Albertin, kepala asrama, menanti dengan sabar
sampai semua anak kembali ke asrama, dan ia pun tidur dengan tenang. Ibu bidan
Petronela membangunkan suaminya pada tengah malam dan memintanya menemani dia
pergi ke dusun terpencil, untuk membantu persalinan ibu Marta. Meskipun letih,
setelah beristirahat sejenak, pastor Andreas pergi menemui umat dan melayani
Sakramen Orang Sakit dan Komuni bagi para jompo. Karena taat kepada Bapa Uskup,
Pastor Yohanes rela meninggalkan “paroki basah”, dan Pastor Hilarius rela
berpindah ke paroki yang pastornya sudah membuat skandal yang mengguncangkan
umat. Inilah beberapa contoh pelayanan yang dijalankan dengan cinta yang utuh
dan pengingkaran diri yang rela.
PENUTUP
Peran agen pastoral sebagai
pemimpin di dalam Gereja (KBG, Stasi, Paroki, Dekenat, Keuskupan) dirasakan
penting dan mendesak. Agen pastoral mesti dipersiapkan dan disegarkan terus
menerus dengan inspirasi ilahi. “Bila
tanpa wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada
hukum” (Ams 29: 18). Wahyu ilahi membantu agen pastoral untuk bertumbuh dan
berkembang mencapai kehidupan kristiani
yang berharkat dan bermartabat. Dapat dikatakan, hidup rohani atau
spiritualitas berarti hidup kristiani
yang saleh, berharkat dan bermartabat. Kesalehan itu karunia dari Allah.
Harkat dan martabat merupakan jawaban nyata atas panggilan Allah, ekspresi
nyata dari kesalehan.
Spiritualitas kristen merupakan spiritualitas kristosentris, atau
spiritualitas yang berpusat pada Kristus. Kristus
adalah penyebab sentral bagi orang kristiani untuk menjalani kehidupan yang
saleh, berharkat dan bermartabat. Peran sentral Yesus untuk kehidupan rohani
dapat kita baca dalam 1Tim 2: 5-6: “Karena
Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan
manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah meneyerahkan diri-Nya sebagai
tebusan bagi semua manusia: itu kesaksian pada waktu yang ditentukan”. Juga
1Yoh 5: 11-12: “Dan inilah kesaksian itu:
Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di
dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak
memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”. Sejak Konsili Vatikan II, Yesus
Kristus dijadikan sumber untuk mencapai
kehidupan yang suci. Dia menjadi contoh utama bagi orang kristiani untuk
mencapai kesucian[32].
Spiritualitaas agen pastoral
dalam terang Injil Yoh 10: 1-21 merupakan spiritualitas
kristosentris. Agen pastoral menjalani kehidupan yang saleh, berharkat dan
bermartabat dengan meniru Yesus,
Gembala Baik. Sebagai pemimpin, agen pastoral memimpin dengan wibawa, mengenal
dan dikenal umat, berjalan di depan umat, mengutamakan manusia, sabar tetapi
kreatif, dan melayani dengan segenap hati.
Spiritualitas agen pastoral, dengan
beberapa ciri utama di atas dalam terang Injil Yoh 10: 1-21, bertumbuh dan
berkembang dalam hidup nyata agen pastoral. Melalui perjalanan waktu, berkat
aneka peluang dan tantangan, sambil meniru gaya penggembalaan Yesus Kristus,
Gembala Baik, agen pastoral akan menjadi pemimpin yang saleh, berharkat dan
bermartabat.
*
* *
KEPUSTAKAAN
Aumann,
Jordan, Teologia Spirituale (Roma: Edizione
Dehoniane, 1980.
Barclay,
William. The Daily Study Bible the Gospel
of John, Vol. 2 (Edinburgh: The Saint Andrew Press, 1987.
Buttrick,
George Arthur dkk. (edit), The
Interpreter’s Bible, Vol. 8. Nasville:
Abingdon Press, 1984.
Farmer,
William R. dkk. (edit.), The
International Bible Commentary (Collegeville, Minnesota: The Liturgical
Press, 1998.
Fuller,
Reginald C., D.D., Ph. D., L.S.S., dkk. A
New Catholic Commentary on Holy Scripture. Hong Kong: Nelson, 1981.
Gallizi,
Mario, dkk. (penerj.). I Quatro Vangeli
Commentati. Torino: Elle Di Ci, 1995.
Masini,
Mario. Spiritualitá Biblica: Temi e
Percorsi. Milano: Paoline 2000.
Keuskupan
Larantuka. Program Jangka Panjang Tahap
II Keuskupan Larantuka. Larantuka, November 2013.
Prent,
K. c.m., dkk. Kamus Latin Indonesia.
Semarang: Kanisius, 1969.
Scott,
W. Frank. The Preacher’s Homiletic
Commentary on the Gospel According to St. John. USA: Baker Books, 2001.
[1] Program Jangka Panjang Tahap
II Keuskupan Larantuka, hlm. 1.
[2] Domus ecclésiae (Latin), artinya rumah bagi Gereja. Domus: rumah; ecclésiae: untuk Gereja. Rumah
menjadi Gereja. Istilah ini mirip dengan: Gereja
mini. Keluarga menjadi Gereja mini.
[3] Takdis: penyucian, pengudusan (Hasan Alvi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, hlm.
1124). Umumnya kaum religius dikelompokkan dalam: agen pastoral terbaptis.
Mengingat khasnya panggilan dan perutusan mereka, penulis mengelompokkan kaum
religius ke dalam: agen pastoral
tertakdis. Hidup Religius, atau Hidup Bakti: hidup yang dipersembahkan kepada Allah (Perfectae Caritatis
1).
[4] Tidak tepat digunakan: kualitas untuk menjelaskan sifat
manusia. Ganti kualitas, digunakan harkat
dan martabat. Harkat berarti: derajat (kemuliaan dsb), taraf, mutu, nilai, harga (Hasan
Alvi, op. cit., hlm. 390). Martabat
beratrti tingkat harkat kemanusiaan, harga diri (Hasan Alvi, op. cit., hlm. 717).
[6] Biblis: kata sifat yang berasal dari kata benda: bible (Inggris): Kitab Suci. Kitab Suci
merupakan sumber yang pertama studi teologi.
[7] Mario Masini, Spiritualitá Biblica: Temi e Percorsi:
Milano: Paoline 2000, hlm. 14-16.
[8] K. Prent, c.m., dkk., Kamus Latin Indonesia, Semarang: Kanisius, 1969, hllm. 807.
[10] Kata sepadan diterjemahkan dari bahasa Latin:
conformis (cum: bersama, dengan;
forma: bentuk) berarti: sama bentuk, mirip dengan, serupa dengan.
[11] Mario Masini, Spiritualitá Biblica: Temi e Percorsi:
Milano: Paoline 2000, hlm. 8.
[12] Kata agens merupakan bentuk partisipel aktif
present dari kata kerja agere:
membuat, melakukan (K. Prent, c.m., op.
cit. hlm. 32).
[13] Hasan Alvi, op. cit., hlm. 12.
[14] Kata pastor (Latin) berasal dari kata kerja: pascere: menggembalakan, membiarkan
makan rumput, memberi makan, memelihara ternak. Dari pascere itu dibentuk partisipel pasif: pastum. Dari pastum
terbentuk pastor.
[15] Karl Rahner, dkk.
(editor), Dizionario di Pastorale (Brescia:
Queriniana, 1979), hlm. 502-503.
[16] Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF (penerj.), Ensiklopedi Alkitab
Masa Kini. Jilid 1 (Jakarta: Cempaka Putih, 1992), hlm. 331.
[17] Alegori
adalah ceritera yang melambang perihidup manusia yang sebenarnya untuk
pendidikan moral, atau ceritera yang menerangkan gagasan, cita-cita, nilai
kehidupan, misalnya, kebijakan, kesetiaan dan kejujuran (Hasan Alvi, op. cit., hlm 29). Alegori memberikan transparansi,
tetapi perumpamaan menampilkan gambar.
[18] George
Arthur Buttrick, dkk. (edit), The
Interpreter’s Bible, Vol. 8 (Nasville:
Abingdon Press, 1984), hlm. 621-623; W.
Frank Scott, The Preacher’s Homiletic
Commentary on the Gospel According to St. John (USA: Baker Books, 2001),
hlm. 289-290; Mario Gallizi, dkk. (penerj.), I Quatro Vangeli Commentati (Torino: Elle Di Ci, 1995), hlm.
1040-1041; Reginald C. Fuller D.D., Ph. D., L.S.S., dkk., A New Catholic Commentary on Holy Scripture (Hong Kong: Nelson,
1981), hlm. 1057; William Barclay, The
Daily Study Bible the Gospel of John, Vol. 2 (Edinburgh: The Saint Andrew
Press, 1987), hlm. 52-57; William R. Farmer, dkk. (edit.), The International Bible Commentary (Collegeville, Minnesota: The
Liturgical Press, 1998), hlm. 1480.
[19] George Arthur Buttrick,
dkk., op. cit., hlm. 623. Hanya
George Arthur Buttrick, dkk. yang memberikan komentar ayat 6-7a: kesabaran Yesus.
[20] George Arthur Buttrick,
dkk. op. cit., hlm. 623- 625; W. Frank
Scott, op. cit., hlm. 289-290; Mario
Gallizi, dkk. (penerj.), op. cit. hlm.
1042-1043; Reginald C. Fuller D.D., Ph. D., L.S.S., dkk., op. cit., hlm. 1057; William Barclay, op. cit., 58-60; William R. Farmer, dkk. (edit.), op. cit., hlm. 1480.
[21] Kurang tepat penggunaan
preposisi: ke. “Akulah pintu ke domba-domba itu” bisa berarti tempat masuk bagi
gembala untuk menemui domba-domba. Lebih tepat digunakan preposisi: bagi, untuk. Teks bahasa asing cukup
jelas, misalnya dalam bahasa Latin, “Ego
sum ostium ovium”: Aku adalah pintu dari
domba-domba.
[22] George Arthur Buttrick,
dkk., op. cit. hlm. 626-628; W. Frank
Scott, op. cit., hlm. 291-300;
William R. Farmer, dkk., op. cit., hlm.
1480; William Barclay, op. cit., hlm.
60-67; Mario Gallizi, dkk. (penerj.), op.
cit., hlm. 1042.
[23] George Arthur Buttrick,
dkk., op. cit. hlm. 629-630; W. Frank
Scott, op. cit., hlm. 300-302;
William Barclay, op. cit., hlm.
68-69; Mario Gallizi, dkk. (penerj.), op.
cit., hlm. 1042.
[25] Kapelan berasal dari: Capellanus (Latin: capella, artinya: kapel): pastor pembantu (K. Prent, c.m., dkk., op. cit., hlm. 112). Pastor kapelan
memimpin satu kapela dan tidak terlibat dalam urusan paroki; imam untuk
pastoral khusus, seperti pastor militer, pastor napi. Belakangan ini dipakai: pastor rekan, untuk menekankan
persaudaraan imamat. Kiranya sapaan pastor
rekan tidak mengurangi jenjang tugas dan tanggung jawab, serta ketaatan.
[26] Ulangan, Markus dan
Lukas menambahkan: dengan segenap
kekuatanmu.
[27] Ulangan, Markus dan
Lukas menambahkan: dengan segenap
kekuatanmu.
[28] Don: sapaan untuk imam projo di Italia; seperti sapaan Romo di wilayah Gereja Nusa Tenggara.
[29] Hasan Alvi, op. cit., hlm. 995.
[30] Abneget: hendaknya ia
mengingkari; kata kerja dalam bentuk konyungtif dipakai untuk menyatakan
harapan, ajakan, undangan.
[31] K. Prent, c.m., dkk., op. cit., hlm. 4.
[32] Jordan Aumann, Teologia Spirituale (Roma: Edizione
Dehoniane, 1980), hlm. 55-56.