Rabu, 29 Januari 2020

Mengenal dan Memahami Konsili Vatikan II (Bagian Kedua_Selesai)

BY Paroki San Juan



Mengenal dan Memahami Konsili Vatikan II
(Tulisan Bagian Kedua)
Diramu dan diringkas oleh Seksi Komsos PSJ

Hasil Konsili
Ikhtisar Dokumen Konsili Vatikan II
Konsili Vatikan II menghasilkan 16 Dokumen, terdiri dari 4 Konstitusi, 9 Dekrit, dan 3 Pernyataan:
No
Nama Dokumen
Jenis
Mengenai
Diumumkan pada
1
Konstitusi
Liturgi Suci
Sidang II (4 Desember1963)
2
Dekrit
Upaya-Upaya Komunikasi Sosial
Sidang II (4 Desember1963)
3
Konstitusi Dogmatis
Gereja
Sidang III (21 November1964)
4
Dekrit
Gereja-Gereja Timur Katolik
Sidang III (21 November1964)
5
Dekrit
Ekumenisme
Sidang III (21 November1964)
6
Dekrit
Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja
Sidang IV (28 Oktober1965)
7
Dekrit
Pembaharuan dan Penyesuaian Hidup Religius
Sidang IV (28 Oktober1965)
8
Dekrit
Pembinaan Imam
Sidang IV (28 Oktober1965)
9
Pernyataan
Pendidikan Kristen
Sidang IV (28 Oktober1965)
10
Pernyataan
Hubungan Gereja dengan Agama-Agama bukan Kristiani
Sidang IV (28 Oktober1965)
11
Konstitusi Dogmatis
Wahyu Ilahi
Sidang IV (18 November1965)
12
Dekrit
Kerasulan Awam
Sidang IV (18 November1965)
13
Pernyataan
Kebebasan Beragama
Sidang IV (7 Desember1965)
14
Dekrit
Kegiatan Misioner Gereja
Sidang IV (7 Desember1965)
15
Dekrit
Pelayanan dan Kehidupan para Imam
Sidang IV (7 Desember1965)
16
Konstitusi Pastoral
Gereja di Dunia Dewasa ini
Sidang IV (7 Desember1965)
Salah satu hasil Konsili yang paling terkenal dan paling berpengaruh adalah Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, Lumen Gentium. Pada bab pertama berjudul "Misteri Gereja", terdapat sebuah pernyataan terkenal:
"Itulah satu-satunya Gereja Kristus yang dalam Syahadat Iman kita akui sebagai gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Sesudah kebangkitanNya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan, dan ia bersama para rasul lainnya dipercayakan untuk memperluas dan membimbing Gereja dengan otoritas, dan Gereja itu didirikan untuk selama-lamanya sebagai "tiang penopang dan dasar kebenaran". Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai sebuah perhimpunan hidup dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Santo Petrus dan oleh para Uskup yang berada dalam satu persekutuan dengan dia, walaupun, di luar persekutuan itu pun terdapat banyak unsur-unsur yang kudus dan kebenaran, yang sesungguhnya merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik".

Pada bab kedua berjudul "Umat Allah", Konsili mengajarkan bahwa kehendak Allah untuk menyelamatkan bukan sekadar individu (atau satu demi satu) tetapi juga dalam suatu kesatuan jemaat. Dalam hal ini, Allah telah memilih bangsa Israel sebagai umatNya, mengadakan perjanjian dengan bangsa ini, sebagai persiapan dan gambaran akan suatu perjanjian dalam Kristus yang akan membentuk suatu Umat Allah yang baru, yang satu, bukan dalam daging, tetapi dalam Roh, yang disebut sebagai Gereja Kristus (Lumen Gentium, 9). Semua orang dipanggil sebagai milik Gereja. Tidak semua orang sepenuhnya tergabung dalam Gereja, tetap "Gereja mengerti bahwa ia terhubung dalam berbagai cara dengan semua orang yang dibaptiskan, semua yang diterima di dalam nama Kristus, namun demikian tidak menyatakan iman Katolik dalam keseluruhannya atau tidak berada dalam satu kesatuan atau persekutuan di bawah penerus Santo Petrus" (Lumen Gentium, 15). Dan bahkan hubungan dengan "semua yang belum menerima Injil" di antara kaum Yahudi dan Muslim juga disebutkan secara eksplisit (Lumen Gentium, 16). Gagasan membuka diri kepada kaum Protestan telah menyebabkan kontroversi besar sekali di antara kelompok Tradisionalis Katolik.
Judul bab ketiga "Susunan Hirarkis Gereja" secara tegas menggambarkan isinya yang menguraikan peranan para uskup dan Paus di Roma.
Pada bab-bab berikutnya mengenai kaum awam: ajakan akan hidup kudus, religius, peziarahan iman, dan Bunda Gereja. Bab mengenai ajakan akan hidup kudus merupakan bab yang signifikan karena mengindikasikan bahwa kekudusan bukanlah hanya menjadi bagian dari para imam tetapi bahwa semua oran Kristen dipanggil untuk hidup kudus. Tentu saja masalah ini selalu menjadi topik ajaran Gereja, tetapi banyak dari para Bapa Konsili merasa bahwa hal ini telah semakin hilang di kalangan jemaat.
Bab mengenai Maria adalah subjek yang menjadi sumber perdebatan. Pada awalnya subjek ini akan dipisahkan dari dokumen konsili, mempertahankan sifat ekumenis dari dokumen Gereja - dalam pengertian "non-ofensif" bagi kaum Protestan, yang tidak menyetujui pemujaan kepada Maria. Namun, para Bapa Konsili tetap bersikukuh, dengan dukungan Paus, bahwa tempat Maria adalah di dalam Gereja, dan perlakuan terhadap Maria harus dimunculkan dalam Konsitusi Gerejawi.

Liturgi
Salah satu isu pertama yang dipertimbangkan dalam konsili dan masalah yang segera memiliki efek terhadap kehidupan individu Katholik adalah revisi atas liturgi/tata cara ibadah. Gagasan umumnya adalah (dari Konstitusi mengenai Liturgi Suci):
"Bunda Gereja sangat menginginkan, supaya semua orang percaya dibimbing ke arah keikutsertaan yang sepenuhnya dalam perayaan-perayaan Liturgi. Keikutsertaan seperti ini sesungguhnya dituntut oleh liturgi sendiri. Kaum Kristiani yang telah dibaptiskan adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajawi, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri (1 Pet 2:9; 2:4-5); dan oleh karenanya keikutsertaan dalam liturgi adalah menjadi hak dan kewajiban mereka."
"Keikutsertaan aktif" yang diinginkan Vatikan II ini melebihi apa yang pernah diijinkan ataupun direkomendasikan para Paussebelumnya. Para Bapa Konsili menetapkan pedoman untuk mengarahkan jalannya revisi terhadap liturgi tersebut, termasuk mengizinkan dengan sangat terbatas penggunaan bahasa lokal/daerah/pribumi ketimbang bahasa Latin. Para uskup kemudian menetapkan bahwa adat istiadat lokal dapat secara hati-hati dimasukkan sebagai bagian dari liturgi.
Implementasi dari perintah Konsili mengenai liturgi dilaksanakan melalui sebuah Komisi Kepausan Khusus di bawah otoritas Paus Paulus VI (yang kemudian menjadi satu dalam Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Ketertiban Sakramen) dan oleh konferensi nasional masing-masing keuskupan, yang diharapkan untuk berkolaborasi membentuk sebuah penerjemahan bersama.

Injil dan Wahyu Ilahi
Konsili menghendaki pemulihan kembali peranan sentral Injil dalam kehidupan keagamaan dan devosi dari Gereja, yang dibangun atas dasar hasil karya para Paus sebelumnya dalam usaha membentuk suatu pendekatan modern atas analisis dan interpretasi Injil. Sebuah pendekatan baru untuk interpretasi Injil disetujui oleh para Uskup. Gereja secara berkelanjutan harus menyediakan terjemahan Kitab Suci dalam bahasa ibu para kaum percaya. Lebih jauh, kaum imam dan awam harus menjadikan studi Kitab Suci sebagai gaya hidup mereka. Hal ini menegaskan kembali pentingnya Kitab Suci seperti diperlihatkan dalam Providentissimus Deus oleh Paus Leo XIII dan tulisan-tulisan para Santo, Pujangga Gereja, dan para Paus selama sejarah Gereja; sekaligus menyetujui interpretasi Injil yang dipelajari secara historis sebagaimana ensiklik Paus Pius XII pada 1943Divino Afflante Spiritu.

Para Uskup
Peranan para Uskup di Gereja juga diperbaharui maknanya, khususnya sebagai kumpulan Dewan, yang meneruskan pengajaran oleh para Rasul dan memimpin Gereja. Eksistensi Dewan ini hanyalah jika berada di bawah penerus Santo Petrus. Dengan demikian, konsili memberikan kepada gereja, dua sifat kepemimpinan yang terpisah, yaitu Dewan Para Uskup dan Paus. Hal ini diperjelas dalam Catatan Penjelasan Pendahuluan yang ditambahkan kepada Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) dan dicetak pada akhir naskah tersebut. Catatan ini menerangkan: "Tentang Dewan ("Collegium"), yang tidak dapat tanpa kepala, ... dan di dalam Dewan itu Kepalanya tetap menjalankan tugas seutuhnya selaku Wakil Kristus dan Gembala Gereja Semesta. Dengan kata lain cara pandang atas pembedaan bukanlah antara Paus (di satu pihak) dengan Dewan Para Uskup (di lain pihak), melainkan antara Paus (sebagai dirinya sendiri) dengan Paus bersama-sama para Uskup."

Di berbagai negara, para Uskup telah memiliki konferensi regular untuk mendiskusikan masalah-masalah bersama. Konsili mewajibkan penetapan konferensi episkopal seperti itu dan mempercayakan kepada mereka tanggung jawab untuk melaksanakan adaptasi yang diperlukan terhadap norma-norma umum kondisi setempat (lihat juga Dekrit tentang Tugas Pastoral para Uskup dalam Gereja Christus Dominus, 18). Keputusan-keputusan konferensi tersebut akan mengikat bagi para Uskup dan Keuskupan mereka hanya jika diterima oleh dua pertiga suara dan diperkuat oleh Tahta Suci.***