Kamis, 30 Januari 2020

SUMBER-SUMBER AJARAN SOSIAL GEREJA

BY Paroki San Juan


SUMBER-SUMBER AJARAN SOSIAL GEREJA
Oleh: Anselmus D. Atasoge

Adapun sumber-sumber ajaran sosial Gereja adalah sebagai berikut:

Pertama, Kitab Suci, terutama ke-sepuluh perintah Allah yang menjadi dasar pengajaran moral dalam Gereja Katolik (lih. KGK 264-2068). Melalui hukum-hukum Musa di Perjanjian Lama, sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa Allah memberikan hukum tidak hanya untuk mengatur penyembahan kepada Allah, tapi juga untuk mengatur kehidupan yang benar antara sesama keluarga dan masyarakat. Hukum ini yang kemudian disarikan menjadi “Kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan kekuatanmu… dan kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri” (lih. Mat 22:37-39).

Kedua, pengajaran para Bapa Gereja dan para Pujangga Gereja (Doctors of the Church), terutama St. Agustinus (354-430) melalui bukunya The City of God, yang mengatur pengajaran tentang manusia dan masyarakat; dan St. Thomas Aquinas (1225-1274), dengan bukunya, Summa Theologiae, di mana bagian yang terbesar dari Summa adalah Teologi moral/ Moral Theology.

Ketiga, kengajaran dari Bapa Paus, yaitu dari surat-surat ensiklik dan pengajaran lisan/ dalam homili/ sermon/ pidato. Pengajaran dari Bapa Paus ini merangkum Kitab Suci dan pengajaran dari para Bapa Gereja dan Pujangga Gereja. Bapa Paus yang mengajarkannya ajaran sosial ini kepada dunia adalah merupakan tanda bahwa Kristus tak meninggalkan umat manusia bagai yatim piatu, namun terus menyertainya dengan ajaran-Nya yang ditujukan bagi semua orang, demi kebaikan bersama.

Banyak orang sukar melihat bahwa ajaran dari Bapa Paus merupakan ajaran bagi semua orang, sebab mereka berpikir bahwa Paus hanya mengajar umat Katolik. Namun sebagai the Vicar of Christ, wakil Kristus di dunia, sebenarnya, Paus mempunyai tugas untuk mengajar semua orang. Otoritas Paus dalam mengajarkan doktrin sosial Gereja sifatnya tetap, tidak terpengaruh ‘masa jabatan’. Hal itu berarti: Pertama, Paus yang sekarang ini mengajarkan sesuatu yang telah menjadi pengajaran Gereja sepanjang sejarah, dan tidak mengajarkan hal yang baru/ ‘inovasi’ yang dibuatnya sendiri. Kedua, ajaran para Paus di masa lampau tetap berlaku. Contohnya, surat ensiklikal Centesimus Annus dari Paus Yohanes Paulus II ditulis berdasarkan Rerum Novarum dari Paus Leo XIII dan Quadragesimo anno dari Paus Pius XII. Dan yang baru-baru ini surat ensiklik Caritatis in Veritate dari Paus Benediktus XVI merupakan pengembangan/ kelanjutan dari surat-surat ensiklik dari para Paus pendahulunya tersebut. Dalam surat ensikliknya, khususnya Rerum Novarum dan Centesimus Annus, Paus mendorong dibentuknya kegiatan dan lembaga sosial dalam masyarakat yang sifatnya untuk mendukung masyarakat itu sendiri, namun harus dilihat dasarnya, bahwa semua itu adalah untuk menerapkan hukum kasih dalam masyarakat.

Dalam hal ini Gereja tidak mengajarkan penemuan suatu sistem bisnis/ pengaturan masyarakat, namun Gereja mengajarkan prinsip-prinsip dasarnya demi mengarahkan umat manusia kepada kekudusan, sehingga manusia dapat mencapai tujuan akhirnya, yaitu surga. Semua perkembangan di dunia tidak boleh menghalangi manusia untuk mencapai tujuan akhir ini.
Maka dengan demikian, ajaran sosial Gereja tidak terbatas pada mendirikan rumah sakit atau keterlibatan politik, atau “teologi sosial politik”. Mungkin ada baiknya jika kita membaca surat ensiklik Paus Benediktus XVI Caritas in Veritate (In Charity and Truth), sehingga memperoleh gambaran tentang ajaran sosial Gereja.

ASG berusaha membawakan terang Injil ke dalam persoalan keadilan sosial (social justice) di tengah jaringan relasi masyarakat yang begitu kompleks. Dengan kata lain, ASG berusaha mengaplikasikan ajaran-ajaran Injil ke dalam realitas sosial hidup bermasyarakat di dunia. Tujuan dari ASG adalah menghadirkan kepada manusia rencana Allah bagi realitas sekular, menerangi dan membimbing manusia dalam membangun dunia seturut rencana Tuhan.